tag:blogger.com,1999:blog-34922118690963365542024-03-08T08:25:13.633-08:00..:: Komunitas Hidayatullah ::..Blog Komunitas yang Merindukan Tegaknya Peradaban Islam di Muka BumiAdministratorhttp://www.blogger.com/profile/05803676038491586893noreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-85691771642838939742007-12-10T18:37:00.000-08:002007-12-10T18:41:11.071-08:00Menggapai Cinta Ibu<div align="justify">“Bu, ada teman yang mau datang bersilaturahim dengan ibu. Kapan bu ada waktu” Siang itu kuhampiri ibu yang sedang duduk menonton televisi. Ibu tak bereaksi apapun, seakan-akan tak mendengar dan merasakan kehadiranku.<br /><br />“Bu, teman itu bermaksud datang melamar. Bagaimana kalau…”<br /><br />“Ibu tak peduli dengan semua urusanmu. Kalau ada apa-apa hubungi saja kakek, biar kakek yang urus semuanya!” Dengan ketus ibu memotong pembicaraanku.<span class="fullpost"><br /><br />Tanganku yang baru saja kuletakkan di atas tangannya ditepiskannya dengan kasar.<br /><br />“Tapi ibu kan orang tuaku satu-satunya, mau ngak mau ibu harus tahu urusanku ini. Lagi pula….”<br /><br />Tak kulanjutkan ucapanku karena ibu telah beranjak pergi Begitu saja. Meski sudah kuduga ibu akan bersikap seperti ini, tapi tak urung air mataku jatuh juga.<br /><br />Sore itu aku ke rumah kakek, bapaknya ibu. Selama ini beliaulah yang menopang ekonomi keluarga kami sejak bapak meninggal tujuh tahun lalu.<br /><br />Mulanya kakek menolak. Alasannya aku baru saja menyelesaikan studiku dan belum mengamalkan ilmu yang kuperoleh selama empat tahun.<br /><br />Malah kakek menawariku pekerjaan. Menjadi front officer di sebuah hotel berbintang milik seorang pengusaha yang kini menjadi orang nomor dua di republik ini. Kakek memang dekat dengan pejabat dan orang penting di daerah kami. Jadi, untuk urusan seperti ini bukanlah hal yang sulit baginya.<br /><br />“Di sana kamu boleh kok berkerudung. Saya sudah bicara dengan Pak JK dan katanya hal itu bukan masalah,” bujuk kakek yang tahu kalau selama ini aku menolak pekerjaan yang mempersoalkan kerudungku.<br /><br />Tawaran kakek itu kutolak dengan hati-hati. Sebelumnya aku ditawari teman kerja di bank konvensional. Sama seperti kakek, katanya aku boleh berkerudung. Tapi aku tahu, kalau pun dibolehkan pasti yang dimaksud bukan kerudung selebar yang kupakai sekarang. Apalagi saat ini diam-diam aku telah ber-niqab (bercadar-red) meski tak seorang pun di keluargaku yang tahu. Selain itu aku juga sadar, akan banyak pelanggaran syariat yang harus kulakukan jika menerima tawaran itu.<br /><br />Tapi terus terang sempat terlintas juga kenikmatan yang akan kuperoleh bila mengiyakan tawaran-tawaran tersebut. Dengan materi yang kudapat aku bisa membantu meringankan beban kakek dan ibu. Apalagi aku masih punya delapan adik yang semuanya bersekolah, dan tentu saja masih sangat membutuhkan banyak biaya.<br /><br />Dan yang paling penting, aku bisa kembali mendapatkan cinta ibu. Cinta yang hilang sejak aku memutuskan hijrah, setahun yang lalu. Ibu yang selama ini sangat hangat dan mencintaiku, sehingga sering membuat adik-adikku iri, telah berubah dingin dan sangat membenciku.<br /><br />Mengingat semua itu air mataku kembali menetes. Ya Allah, hanya Engkau yang tahu betapa inginnya aku membahagiakan orang-orang yang sangat kucintai ini. Orang-orang yang paling berjasa dalam hidupku. Orang-orang yang memang sudah sepantasnya mendapatkan baktiku.<br /><br />Tapi ya Allah, aku tak sanggup kalau harus kembali berkubang maksiat untuk memperoleh semua itu. Rasanya sudah cukup semua kemaksiatan yang kulakukan selama ini. Aku tak ingin kembali sesat setelah Engkau tunjukkan jalan-Mu yang lurus. Ya Allah, hanya Engkaulah tempatku mengadu dan bersandar.<br /><br />“Sudahlah, kalau memang jodohnya biarkan saja. Daripada nanti jadi perawan tua, toh kita juga yang repot!” Nenek yang selalu mendukungku angkat bicara. Saat ini hanya beliaulah yang tidak berubah sikap. Malah diam-diam beliau sering memberiku uang, karena tahu kakek telah menghentikan bantuannya padaku.<br /><br />Alhamdulillah, akhirnya kakek mau mengalah setelah sempat berdebat panjang dengan nenek. Tapi kemudian aku terhenyak ketika kakek menetapkan sejumlah uang yang menurutku cukup besar. Ya Allah, kalau memang ikhwan ini jodohku dan ia baik bagi diri dan agamaku, maka permudahkanlah urusan ini.<br /><br />**<br /><br />Pagi itu, tibalah hari yang sangat bersejarah dalam hidupku. Cuaca yang sejak malam bersahabat, mendadak mendung dan gelap. Sepertinya sebentar lagi turun hujan deras. Tapi gejala alam biasa itu rupanya dimaknai lain oleh sebagian keluargaku. Entah siapa yang memulai, beberapa orang kemudian berinisiatif membuang cabe ke atas genting.<br /><br />“Biar hujannya tidak jadi turun!” begitu katanya ketika ditanyakan motifnya. Tapi yang bikin ksal ialah ketika salah seorang tante meminta (maaf) pakaian dalamku untuk dibuang ke genting. Katanya lebih ampuh dari cabe. Tentu saja aku menolak sambil menjelaskan kalau tak ada hubungannya antara pakaian dalam atau cabe dengan hujan.<br /><br />Akhirnya, semua mengomel dengan kekerasanku. Apalagi tak lama kemudian hujan turun deras dibareng dengan angin kencang. Kami sampai sangat khawatir tenda-tenda akan roboh karenanya.<br /><br />“Percuma, karena sudah terlambat membuangnya. Mestinya sebelum hujan gerimisnya turun.” Lamat-lamat kudengar suara tante menjawab pertanyan adikku.<br /><br />Aku merasa curiga. Jangan-jangan telah terjadi sesuatu. Buru-buru kulongokkan kepalaku di jendela kamar. Di atas genting, kulihat beberapa biji cabe dan tiga lembar pakaian dalamku yang berhasil diambilnya tanpa sepengetahuanku, padahal sejak tante meminta aku telah mengunci lemari pakaianku.<br /><br />Alhamdulillah hujan deras dan angin kencang berhenti kurang lebih setengah jam sebelum jadwal akad nkah. Di acara ini yang paling banyak berperan adalah teman-teman ikhwan dan akhwat LDK kampus. Selain karena ibu bersikeras tak ingin ikut campur, juga karena untuk pertama kalinya dalam keluargaku diadakan walimahan yang memisahkan antara mempelai wanita dan pria. Jadi, mereka belum tahu tata caranya.<br /><br />Ada baiknya juga sikap keluar yang menyerahkan jalannya acara sepenuhnya padaku, meski suara suara sumbang tetap terdengar. Alhamdulillah, di walimahan ini tak ada musik maupun foto-foto. Semuanya berjalan sederhana dan sesuai syariat seperti keinginan kami.<br /><br />Hampir sejam kemudian rombongan mempelai pria datang. Akad nikah pun segera dilaksanakan. Setelah itu kami pun dipertemukan. Hanya sebentar, karena keluarga suamiku memaksa masuk untuk melihatku. Suamiku hanya sempat meletakkan tangannya di dahiku sembari berdoa dan setelah itu bergegas keluar diikuti yang lainnya.<br /><br />Aku pun bergerak keluar kamar. Dengan dituntun tante dan seorang akhwat aku menuju ke barisan orang tua untuk sungkeman. Ketika giliran ibu, beliau mendorong tubuhku sehingga aku hampir jatuh dibuatnya.<br /><br />Aku menangis diperlakukan seperti itu. Kucoba mendekati ibu lagi, tapi teman yang melihat gelagat tidak baik segera menarikku sembari membisikkan agar aku sabar.<br /><br />Aku pun dituntun untuk langsung menuju pelaminan. Dengan menahan air mata dan rasa sesak di dada, kupaksakan kakiku melangkah. Sikap ibu berlanjut dengan penolakannya menemuiku di pelaminan. Alhasil aku hanya berdua dengan nenek disana. Sore harinya, sat semua sibuk membereskan rumah, adik bungsuku datang menghampiriku. Dengan pelan ia menyampaikan pesan ibu. Katanya aku tak boleh lagi tinggal di rumah ini bila sudah menikah. Katanya, mulai sekarang aku bukan lagi tanggung jawab ibu karena sudah ada yang menanggungku.<br /><br />“Iya aku tahu kok, bilang ke ibu secepatnya kami akan pindah,” jawabku berusaha bersikap biasa. Aku berusaha menahan gejolak hatiku yang tiba-tiba sesak, menyadari betapa bencinya ibu padaku, padahal sebelumnya akulah anak kesayangannya. Kehijrahanku telah membuat ibu berubah sangat drastis. Hanya dua hari kami berada di rumah ibu. Kemudian aku pun pindah ke rumah mertua. Disana aku disambut baik. Sangat baik malah. Maka mulailah aku berinteraksi dengan keluarga baruku, sambil belajar menyelami watak masing-masing dan senantiasa berusaha menjadi anggota keluarga yang baik.<br /><br />Sementara ibu tetap dengan sikap dinginnya. Walaupun demikian aku tetap berusaha menyempatkan waktu mengunjunginya. Beliau lebih banyak diam, tapi pada suamiku sudah mau “membuka mulut”. Aku pun senantiasa berdoa agar Allah membuka hatinya dan menerimaku sehangat dulu lagi.<br /><br />Sekitar dua tahun aku tinggal di rumah mertua. Suami yang seorang thalibul ‘ilmi mendapat tugas dakwah di daerah. Maka kami pun pindah menjalankan amanah yang baru pertama kalinya dibebankan pada suamiku.<br /><br />Kini enam tahun telah berlalu, alhamdulillah sikap ibu telah membaik. Beliau kembali hangat karena kami telah membuktikan bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan hijab syar’i-ku. Salah satu penyebab sikap keras ibu selama ini, beliau takut dikucilkan para tetangga karena anaknya berbeda dari yang lainnya.<br /><br />Alhamdulillah aku berhasil membuktikan pada para tetangga bahwa meski berhijab, aku dan suamiku senantiasa menjaga silaturrahim dengan mereka bila kami datang mengunjungi ibu. Malah kini mereka terkadang meminta nasehat dan menanyakan hal-hal yang masih menjadi tanda tanya tentang dakwah salaf ini.<br /><br />Ya Allah, terima kasih atas semua nikmat yang telah Engkau anugerahkan pada kami. Berilah kami kekuatan dan kemampuan untuk terus mendakwahkan manhaj salaf ini agar mereka yang belum mengerti dapat paham dan mengamalkannya sebagai satu-satunya jalan untuk meraih ridha-Mu. Amin.<br /><br />(Ummu Abdillah, Sulsel)*<a href="http://jilbab.or.id/archives/23-menggapai-cinta-ibu/">Jilbab.or.id</a> </div></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-83802748085086309322007-07-05T19:17:00.000-07:002007-07-05T20:55:18.665-07:00Bocah 14 Tahun Memeluk Islam<div align="justify"><br />Oleh: M. Syamsi Ali *)<br /><br />Lahir beragama Kristen, Justin Hudson tak pernah merasa terikat dengan Kristen. Ia pun bersyahadat dan mengganti namanya ‘Nasir Abdul Basit Abdul Muhyi Islam’<br /><br />Pagi itu, Senin 19 Maret, seperti biasa saya hadir di Islamic Center of New York sekitar pukul 11:00 pagi.<span class="fullpost"> <br /><br /> Suasana Islamic Center masih sepi dan hanya terlihat beberapa orang sedang shalat sunnah di ruang bawah. Penjaga (security) menyapa dan menyampaikan bahwa saya sudah ditunggu oleh dua remaja di ruang receptionist. Saya pun bersegera masuk dan sebelum sempat menyampaikan salam, salah seorang dari remaja putra tersebut mengucapkan salam.<br /><br />Setelah menjawab salamnya, saya berlalu, tapi kemudian dipanggil oleh receptionis bahwa ada yang ingin masuk Islam. Saya sepertinya tidak percaya karena yang ada di tempat tersebut hanya dua anak remaja, dan keduanya nampak seperti anak-anak Muslim. Bahkan dari wajahnya, salah satu dari mereka adalah keturunan Asia Selatan (Pakistan, Bangladesh). Saya meminta waktu untuk ke kantor saya dan meletakkan beberapa buku yang saya bawa.<br /><br />Setelah istirahat beberapa saat, saya menelpon receptionis agar kedua remaja itu dipersilahkan masuk ke kantor. Tak berapa lama, masuklah kedua remaja itu ke kantor dengan wajah ceriah tapi sedikit nampak khawatir. Untuk menjadikan suasana lebih bersahabat, saya ulurkan tangan dan mengucapkan salam kepada keduanya. Ternyata anak yang berwajah Asia Selatan itu adalah anggota jama’ah Jamaica Muslim Center, di mana saya diamanahi sebagai Direktur.<br /><br />“I’ve seen you many times, but you don’t know me” sapanya. Saya Tanya “where did you see me?” “At JMC” jawabnya singkat.<br /><br />Lalu saya berbalik tanya “why you are here?” kedua remaja itu saling memandang, lalu menjelaskan bahwa keduanya adalah anak SMA Hunter (Hunter High School) di kota New York. High School ini adalah sekolah SMA Special (Special High School) dan hanya mereka yang lolos test atau memiliki nilai di atas rata-rata yang bisa diterima. Menurutnya, sejak awal mereka diterima disekolah itu, mereka sudah bersahabat.<br /><br />Saya kemudian bertanya lebih lanjut “what then brings you here?”. Tiba-tiba saja, yang satunya lagi menyelah “I wanted to be a Muslim?”. Saya kemudian baru yakin bahwa memang pagi itu ada seseorang yang ingin masuk Islam. Saya lalu tanyakan nama dan agama yang dianutnya.<br /><br />“I am Justin Hudson”. Kemudian dia terdiam. Saya kemudian tanya lagi “what it you current belief?”. Dia seperti ragu menjawab, lalu secara diplomatis dia mengatakan “I was born a Christian but never felt attached with my Christianity”. Lebih dia menjelaskan bahwa dia memang yakin akan adanya Tuhan, tapi secara formal dia belum pernah merasa terikat dengan agama Kristen. “Since I studied Islam I feel really connected with it” tambahnya.<br /><br />Remaja keturunan African American ini nampak lugu, walaupun terdengar kata-kata cerdas dari ucapannya. Segera saya memulai menjelaskan bahwa sebenarnya secara informal dia sudah Muslim karena sudah meyakini bahwa Islam ini adalah agama yang benar (true religion). “Your personal faith is the real thing that turns you to this religion. What you need right now is formalizing your faith by declaring it in front of some witnesses”.<br /><br />Oleh karena Justin memang sudah menghapal 5 rukun Islam, saya cuma menjelaskan rukun Iman yang harus diyakini. Tentunya dengan sedikit penjelasan lebih jauh mengenai pergaulan remaja dalam konteks masyarakat Amerika. Justin nampak memperhatikan dengan seksama dan sekali-sekali menganggukkan kepala. “Do you have any further question?” tanya saya. Dia cuma menggelengkan kepala pertanda bahwa dia tidak ada pertanyaan mengenai Islam saat itu.<br /><br />Saya kemudian segera menuntun dia untuk mengucapkan syahadah, tapi dia segera menyelah “can I tell you my Islamic name?”. Saya pun segera menjawab “of course! Do you have your Islamic name even before your shahadah? What’s your name?”. Dia menyebut namanya dengan cepat dan hampir saja saya tidak mengerti. “It’s too long” kata saya setelah mendengar nama tersebut.<br /><br />Karena tidak jelas penyebutan itu, saya sekali lagi, “can you tell me your name once again?”. Kali ini dengan pelan tapi seolah sangat familiar dengan penyebutan nama tersebut. “Nasir Abdul Basit Abdul Muhyi Islam”, jawabnya mantap. Saya katakana sama dia, biasanya nama panjang itu cukup dengan tiga kata. Tapi nama dia ini sedemikian panjang, itupun belum dengan last name-nya “Hudson”. Tapi nampaknya dia sudah mantap dengan penamaan itu. Bahkan sudah paham betul dengan makna nama tersebut.<br /><br />Lalu saya ingatkan bahwa syahadah ini adalah awal langkah memasuki Islam. Tentu ketika memasuki sesuatu, sudah seharusnya dilakukan dengan hati yang mantap. Hati yang mantap yang saya maksudkan adalah “be sincere, because this is your pledge to your Lord the Creator”. Si Justin sedikit dan mangangguk.<br /><br />Disaksikan oleh temannya, Ali, dan seorang jama’ah, pagi itu dengan mantap mendeklarasikan imannya: “Ash-hadu an laa ilaa illa Allah-wa ash-hadu anna Muhammadan Rasul Allah”. Lalu dilanjutkan dengan ucapan selamat dan pekikan takbir oleh dua orang yang menyaksikan.<br /><br />Sebelum meninggalkan Islamic Center untuk kembali ke sekolahnya, saya wasiatkan Nasir Islam, demikian ia menyingkat namanya, untuk selalu menambah ilmu keislaman. Sayang ingatkan bahwa betapa ni’mat Allah ini yang telah memberikan kesempatan kepadanya mendapatkan hidayah pada saat masih belia.<br /><br />“You have a wide opportunity to a better Muslim than many of us”, kata saya. Juga tak lupa saya nasehatkan untuk tetap berprilaku baik kepada kedua orang tua, bahkan lebih baik lagi. Tentunya tidak lupa saya ingatkan bahwa iman ini adalah amanah untuk juga disampaikan kepada teman-teman yang lain. Nampak Nasir serius mendengarkan nasehat-nasehat itu.<br /><br />Pada akhirnya dia meninggalkan Islamic Center dengan doa, semoga Nasir selalu dijaga di jalanNya. Amin! [www.hidayatullah.com]<br /><br /> <br /><br />*) Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com<br /></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-72272751314675066072007-05-09T21:57:00.000-07:002007-05-09T21:59:57.746-07:00Menjadi Ibu Rumah Tangga, Mengapa Harus Malu ??Ah,…Cuma ibu rumah tangga aja kok!” dengan malu-malu dan tersipu seorang akhwat menjawab pertanyaan kawannya tentang aktifitas apa yang di gelutinya sekarang. Sedangkan di kalangan ikhwan yang pernah penulis temui, ada diantara mereka yang malu untuk menjawab profesi istrinya bila istrinya bukan seorang dokter, insinyur, guru, atau profesi terhormat lainnya. <span class="fullpost">Maka jawaban yang muncul adalah :” biasa di rumah saja, mengurus anak-anak, Cuma ibu RT aja,… ga ada aktifitas lainnya!” Duh,sebegitu hinakah profesi ini ?<br /><br />Padahal ketika penulis berinteraksi dengan wanita barat sewaktu di negeri Kanguru diantara mereka ada yang menjawab, “Wow, profesi yang hebat tidak semua wanita mau menekuninya, I can’t do that!” Ya,..karena mereka melihat betapa sulitnya untuk menjadi istri sekaligus ibu yang baik bagi anak-anak. Saking beratnya, mereka memilih memasukkan anak-anak mereka di child care. Anda akan melihat dengan mata kepala sendiri panjangnya daftar antrian para orangtua yang ingin memasukkan anak-anak mereka ke tempat penitipan anak (childcare). Anda harus menunggu minimal selama 6 bulan sebelum nama anak anda di panggil*. Rata-rata mereka memilih bekerja daripada mengasuh anak dirumah. Suatu fakta yang tidak bisa di pungkiri bahwa para ibu dikalangan wanita barat memilih “melarikan diri” dari tugas dan tanggungjawabnya sebagai ibu dengan bekerja. Mereka bilang kepada penulis lebih mudah bekerja daripada tinggal dirumah mengasuh anak.Mengasuh anak membuatku stress! Itu yang penulis dengar. Bukankah itu suatu bukti bahwa mengurus anak-anak adalah suatu pekerjaan dan tanggung jawab yang berat? Lalu dimana penghargaan masyarakat kita terhadap ibu? Terlebih suami? <br /><br />Itu baru dilihat dari satu sisi saja,…tidakkah anda melihat bahwa seorang istri atau ibu dirumah tidak pernah berhenti dari tugasnya?.Jika para suami mempunyai jam kerja yang terbatas antara 8-10 jam misalnya maka sesungguhnya seorang ibu rumah tangga mempunyai jam kerja yang lebih panjang yaitu selama 24 jam. Ia harus standby (selalu siap) kapan saja diperlukan. Bila diantara anggota keluarga ada yang sakit, siapakah yang bergerak terlebih dahulu? Bukankan seorang ibu/istri adalah dokter pribadi sekaligus perawat (suster) bagi suami dan anak-anaknya? Karena beliaulah yang akan berusaha meringankan beban sakit “sang pasien” dirumah sebelum di bawa kerumah sakit (yang sebenarnya) apabila ternyata sang ibu tidak sanggup mengobatinya. Pernahkah anda memikirkan berapa jumlah uang yang harus anda keluarkan untuk membayar seorang dokter dan perawat pribadi dirumah anda? <br /><br />Bukankah seorang ibu juga seorang psikolog? Karena tentu anda melihat sendiri kenyataan ketika datang anak-anak mengeluh dan mengadu atas kesusahan atau penderitaan yang mereka alami maka sang ibu berusaha mencari jalan keluar dengan saran, nasehat dan belaian kasih sayang. Begitupula suami ketika merasa resah dan gelisah bukankah istri menjadi tempat curahan? Tak jarang para istri membantu suami meringankan dan memberi jalan keluar terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Penulis lihat sendiri betapa mahalnya bayaran seorang psikolog di Australia ada diantara mereka yang harus membayar $100 perjam dan tentu saja tidak ada jaminan mereka bisa membantu menyelesaikan masalah yang sedang anda hadapi. <br /><br />Bukankan seorang istri/ibu dituntut untuk pandai memasak? Pernahkah anda membayangkan wahai para suami, anda memiliki juru masak dirumah yang selalu siap anda perintah kapan saja anda mau. Anda memiliki juru masak pribadi dirumah, ketika anda pulang ke rumah maka hidangan lezat tersedia bagimu dan juga untuk anak-anakmu. Pernahkah anda membayangkan berapa juta uang yang harus anda keluarkan untuk mengundang juru masak pribadi datang kerumah anda? <br />Masih banyak sisi lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Anda tentu pernah membaca syair Arab yang sangat terkenal yang berbunyi :” Al-Ummu madrasatun idza a’dadtaha ‘adadta sya’ban tayyibul ‘araq” maknanya "seorang ibu adalah sebuah sekolah. Jika engkau persiapkan dia dengan baik maka sungguh engkau telah mempersiapkan sebuah generasi yang unggul". Ditangan ibulah masa depan generasi sebuah bangsa.Karena itulah islam sangat menghormati dan menghargai profesi ini. Kenyataan yang tidak bisa di pungkiri bahwa kedudukan ibu tiga kali lebih tinggi dibandingkan sang ayah.** Karena Islam melihat tanggung jawab yang berat yang di emban seorang ibu, itu menandakan bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga adalah profesi yang mulia dan sangat terhormat. Lalu mengapa kita masih malu ya ukhti?? Ayo,..angkatlah wajahmu dan katakan dengan bangga bahwa aku adalah seorang “ibu rumah tangga!!” sebuah profesi yang sangat berat dan tentu saja pahala yang sangat besar Allah sediakan untukmu. Al-jaza’u min jinsil amal artinya balasan tergantung dari amal/perbuatan yang ia lakukan.Semakin berat atau sulit sebuah amal dilakukan seorang hamba maka pahala yang akan didapatinya pun semakin besar. Wallahu a’lam bisshawwab.<br /><br />Footnote:<br /><br />*Tak jarang para orang tua ada yang harus menunggu selama 1 tahun karena penuh dan banyaknya antrian (waiting list) dari tahun sebelumnya. <br /><br />**Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia menceritakan, ada seorang yang datang kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam seraya bertanya :”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak saya pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab: Ibumu! Orang itu bertanya lagi: “Lalu siapa?” Ibumu! Jawab beliau. Lalu siapa lagi? Tanya orang itu, Beliaupun menjawab: Ibumu!, Selanjutnya bertanya:”Lalu siapa?” Beliau menjawab: Ayahmu” (Mutaffaqun Alaih).<br /><br />Imam Nawawi mengatakan; Hadits tersebut memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat dan yang paling berhak mendapatkannya diantara mereka adalah ibu, lalu ayah dan selanjutnya orang-orang terdekat. <br /><br />Didahulukannya ibu dari mereka itu karena banyaknya pengorbanan, pengabdian, kasih sayang yang telah diberikannya. Dan, karena seorang ibu telah mengandung, menyusui, mendidik, dan tugas lainnya” tutur para ulama (lihat Al-Jami’ Fi fiqh Nisa bab birru walidain Syaikh Kamil ‘Uwaidah)<br />*Jilbab Online/Muraja’ah oleh : Ustadz Eko Hariyanto Lc <br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-81076008777328432322007-04-24T02:09:00.001-07:002007-04-24T02:10:31.002-07:00BercerminDalam hidup keseharian, kita sangat sering dan merasakan nikmat ketika bercermin. Kita tidak pernah bosan sekali pun. Padahal, wajah yang kita tatap itu-itu juga. Aneh bukan? Bahkan, hampir pada setiap kesempatan, kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin terlihat mengecewakan. <span class="fullpost"> Apalagi kusut masai dan berantakan tidak karuan. Ini semua tidak dapat dimungkiri. Penampilan adalah cermin pribadi kita.<br /><br /><br />Orang beriman yang rapi, tertib, dan bersih, maka pribadinya juga akan cenderung rapi, tertib, dan bersih. Sebaliknya, orang yang penampilannya kucel, kumal, dan berantakan, karakter pribadinya biasanya tidak jauh berbeda.<br /><br />Tentu saja, penampilan rapi, tertib, dan bersih itu, insya Allah akan menjadi kebaikan, selama niat dan caranya benar. Apa saja niat yang benar itu? Niat agar orang lain tidak terganggu dan terkecewakan, niat agar orang lain tidak berprasangka buruk, atau juga niat agar orang lain senang dan nyaman dengan penampilan kita.<br /><br />Selain itu, yang paling penting adalah, Allah suka dengan penampilan yang indah dan rapi sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan".<br /><br />Hindari niat untuk menjerumuskan orang lain. Mungkin awalnya mereka akan terpesona pada penampilan kita. Akan tetapi, ujung-ujungnya hati mereka malah tergelincir dan menimbulkan penyakit. Tentu saja, dalam hal ini kita menanam saham karena menimbulkan dosa pada orang tersebut. Na'udzhubillah.<br /><br />Hal lain yang sering membuat kita terlena adalah, kita jarang berpikir bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin "topeng" belaka. Topeng make up berupa seragam, jas, dasi, sorban, atau aksesori lainnya. Tanpa disadari, kita sudah ditipu dan diperbudak "topeng" buatan sendiri.<br /><br />Terkadang, kita sangat ingin agar orang lain menganggap diri ini lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Kita ingin tampak lebih pandai, lebih gagah, lebih cantik, lebih kaya, lebih saleh, lebih suci dan aneka kelebihan lainnya.<br /><br />Pada akhirnya, selain harus bersusah payah agar "topeng" ini tetap melekat, kita pun akan dilanda tegang dan waswas. Mengapa? Kita sangat takut "topeng" kita akan terbuka dan orang lain tahu siapa kita sebenarnya.<br /><br />Tentu saja, tindakan tersebut tidak sepenuhnya salah. Wajar saja kita menutupi aib diri sendiri. Adalah suatu kesalahan jika kita malah membuka aib diri yang selama ini telah ditutupi oleh Allah SWT.<br /><br />Yang perlu selalu diingat, jangan sampai kita terlena dan tertipu oleh "topeng" sendiri. "Topeng" akan membuat kita tidak mengenal diri yang sebenarnya. Kita juga akan terkecoh oleh penampilan luar. Karena itu, marilah kita jadikan saat bercermin adalah saat yang tidak hanya disibukkan oleh "topeng". Akan tetapi, yang terpenting adalah bagaimana isinya, yaitu diri kita sendiri.<br /><br />Berdialoglah dengan diri, "Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam kotoran-kotoran yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotaranmu?"<br /><br />"Wahai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan? Berapa banyak aib nista yang engkau sembunyikan di balik penampilanmu ini?"<br /><br />"Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersuka cita, bercengkerama di surga? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar Jahanam, yang akan terus terasa tanpa ampun, memikul derita tiada akhir?"<br /><br />Sungguh! Betapa banyak perbedaan antara yang tampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa yang kulihat selama ini hanyalah "topeng", hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus "topeng-topeng" duniawi.<br /><br />Wahai Sahabat-sahabat sekalian...! Sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menghitung diri. ( KH Abdullah Gymnastiar )<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-76508478618971378082007-04-24T02:06:00.000-07:002007-04-24T02:07:47.161-07:00Hati-Hati Menjalani HidupKecelakaan di jalan tol lebih besar dibanding kecelakaan di jalan berbelok-belok, becek atau jalan berlubang. Saya dengar, di jalan tol Padaleunyi saja, dalam setahun, telah terjadi sekitar dua ratus kecelakaan. Angka ini lebih banyak di banding kecelakaan di jalan raya biasa.<span class="fullpost"><br /><br />Begitu pula dalam hidup. Kenyamanan dan keserbacukupan berpotensi melenakan dan menghancurkan. Anak-anak yang dibesarkan dalam suasana serba mudah, lebih rentan tergelincir. Mereka pun cenderung mudah kalah saat di hadapkan pada kondisi sulit. Berbeda dengan anak-anak yang lahir dan dibesarkan dalam kondisi serba sulit. Mereka akan jauh memiliki daya tahan dalam mengarungi hidup. Betapa banyak orang sukses mengawali hidupnya dari kondisi serba darurat. Ketika kesulitan menghadang, mereka akan menghadapinya dengan senyuman. Mengapa? Karena kesulitan sudah jadi "mainan" sehari-hari.<br /><br /><br />Ibaratnya, hidup serba mudah seperti jalan tol, lurus, rata, konstan dan mudah diprediksi belokannya. Sedangkan hidup serba susah bagaikan berkendaraan di jalan penuh kelokan. Sulit diprediksi, dinamis, menuntut konsentrasi dan kehati-hatian ekstra. Sehingga kecelakaan lebih dapat diminimalisasi.<br /><br />Kalau kita cermati, ternyata ada kemiripan antara kecelakaan di jalan raya dengan kecelakaan dalam hidup. Khususnya bila dilihat dari penyebabnya. Mari kita lihat.<br /><br /> 1.<br /> Ngantuk karena tidak pandai mengukur kemampuan diri. Dalam hidup, kalau seseorang tidak pandai menyikapi hidup dan mengukur kemampuan dirinya, maka ia akan mudah tergelincir<br /><br /> 2.<br /> Ugal-ugalan. Orang yang ugal-ugalan dalam hidup, tidak memakai perhitungan matang, tergesa-gesa mengambil keputusan, kehidupannya pasti berantakan.<br /><br /> 3.<br /> Nyetir sambil menelepon. Mirip dengan orang yang lalai, tidak waspada dan berdisiplin. Ia kurang bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya. Akibatnya sungguh fatal.<br /><br /> 4.<br /> Ceroboh, tidak terampil menggunakan rem misalnya, mirip orang yang tidak terampil mengendalikan nafsu. Kita dapat menduga apa yang akan terjadi pada orang yang kurang terampil mengendalikan nafsu, hati akan mengeras, susah akur, tamak, dsb.<br /><br /> 5.<br /> Tidak memiliki persiapan matang, tidak memeriksa kendaraan sebelum berangkat. Hal ini mengingatkan kita betapa pentingnya melakukan persiapan dan perencanaan matang sebelum beraktivitas. Gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan gagal. Orang yang tidak memiliki perencanaan dalam hidupnya, berpeluang besar untuk gagal.<br /><br /> 6.<br /> Belum lancar mengendarai. Dalam hidup, kalau kita tidak terampil dan terlatih menghadapi masalah, akan membuat hidup terasa ruwet dan getir. Di sinilah pentingnya amal yang berkesinambungan di bawah dibimbing seorang pelatih profesional. Dalam hidup, pembimbing kita adalah Alquran dan hadis.<br /><br /> 7.<br /> Tidak tahu rambu-rambu lalu lintas, sama artinya dengan tidak memahami aturan hidup yang digariskan agama. Atau, orang yang mengetahui adanya rambu-rambu lalu lintas, namun tidak mau menaatinya.<br /><br />Kehidupan kita tidak jauh beda seperti seorang yang mengendarai mobil di jalan. Maka berhati-hatilah menjalani kehidupan ini agar kita selamat menuju alam akhirat, seperti kita menghindari kecelakaan di jalan raya.( KH Abdullah Gymnastiar )<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-20107395847900039762007-04-24T02:03:00.000-07:002007-04-24T02:04:52.842-07:00Stres dan Depresi: Akibat Tidak Menjalankan Agama"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta..." (QS. Thaahaa, 20:124)<span class="fullpost"> <br /><br />"Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. " (QS. Al An'aam, 6:125)<br /><br />Keengganan orang-orang yang jauh dari agama untuk taat kepada Allah menyebabkan mereka terus-menerus menderita perasaan tidak nyaman, khawatir dan stres. Akibatnya, mereka terkena berbagai ragam penyakit kejiwaan yang mewujud pada keadaan raga mereka. Tubuh mereka lebih cepat mengalami kerusakan, dan mereka mengalami penuaan yang cepat dan melemah.<br /><br />Sebaliknya, karena orang-orang beriman sehat secara kejiwaan, mereka tidak terkena stres, atau berkecil hati, dan jasmani mereka senantiasa prima dan sehat. Pengaruh baik akibat ketundukan mereka kepada Allah, tawakal mereka kepada-Nya dan kepribadian kokoh mereka, kemampuan melihat kebaikan dalam segala hal, dan ridha dengan apa yang terjadi sembari berharap akan janji-Nya, tercermin dalam penampilan raga mereka. Hal ini tentu saja dialami oleh mereka yang menjalani hidupnya sesuai ajaran Al Qur'an, dan yang benar-benar memahami agama. Tentu saja mereka pun dapat menderita sakit dan pada akhirnya mengalami penuaan, namun proses alamiah ini tidak disertai dengan kerusakan pada sisi kejiwaan sebagaimana yang dialami oleh selainnya.<br /><br />Stres dan depresi, yang dianggap sebagai penyakit zaman kita, tidak hanya berbahaya secara kejiwaan, tapi juga mewujud dalam berbagai kerusakan tubuh. Gangguan umum yang terkait dengan stres dan depresi adalah beberapa bentuk penyakit kejiwaan, ketergantungan pada obat terlarang, gangguan tidur, gangguan pada kulit, perut dan tekanan darah, pilek, migrain [sakit kepala berdenyut yang terjadi pada salah satu sisi kepala dan umumnya disertai mual dan gangguan penglihatan] , sejumlah penyakit tulang, ketidakseimbangan ginjal, kesulitan bernapas, alergi, serangan jantung, dan pembengkakan otak. Tentu saja stres dan depresi bukanlah satu-satunya penyebab semua ini, namun secara ilmiah telah dibuktikan bahwa penyebab gangguan-gangguan kesehatan semacam itu biasanya bersifat kejiwaan.<br /><br />Stres, yang menimpa begitu banyak orang, adalah suatu keadaan batin yang diliputi kekhawatiran akibat perasaan seperti takut, tidak aman, ledakan perasaan yang berlebihan, cemas dan berbagai tekanan lainnya, yang merusak keseimbangan tubuh. Ketika seseorang menderita stres, tubuhnya bereaksi dan membangkitkan tanda bahaya, sehingga memicu terjadinya beragam reaksi biokimia di dalam tubuh: Kadar adrenalin dalam aliran darah meningkat; penggunaan energi dan reaksi tubuh mencapai titik tertinggi; gula, kolesterol dan asam-asam lemak tersalurkan ke dalam aliran darah; tekanan darah meningkat dan denyutnya mengalami percepatan. Ketika glukosa tersalurkan ke otak, kadar kolesterol naik, dan semua ini memunculkan masalah bagi tubuh.<br /><br />Oleh karena stres yang parah, khususnya, mengubah fungsi-fungsi normal tubuh, hal ini dapat berakibat sangat buruk. Akibat stres, kadar adrenalin dan kortisol di dalam tubuh meningkat di atas batas normal. Peningkatan kadar kortisol dalam rentang waktu lama berujung pada kemunculan dini gangguan-gangguan seperti diabetes, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker, luka pada permukaan dalam dinding saluran pencernaan, penyakit pernapasan, eksim dan psoriasis [ sejenis penyakit kulit yang ditandai oleh pembentukan bintik-bintik atau daerah berwarna kemerahan pada kulit, yang tertutupi oleh lapisan tanduk berwarna perak] . Kadar kortisol yang tinggi dapat berdampak pada terbunuhnya sel-sel otak. Sejumlah gangguan akibat stres digambarkan dalam sebuah sumber sebagaimana berikut:<br /><br />Terdapat kaitan penting antara stres dan tegang [penegangan], serta rasa sakit yang ditimbulkannya. Penegangan yang diakibatkan stres berdampak pada penyempitan pembuluh darah nadi, gangguan pada aliran darah ke daerah-daerah tertentu di kepala dan penurunan jumlah darah yang mengalir ke daerah tersebut. Jika suatu jaringan mengalami kekurangan darah hal ini akan langsung berakibat pada rasa sakit, sebab suatu jaringan yang di satu sisi mengalami penegangan mungkin sedang membutuhkan darah dalam jumlah banyak dan di sisi lain telah mendapatkan pasokan darah dalam jumlah yang kurang akan merangsang ujung-ujung saraf penerima rasa sakit. Di saat yang sama zat-zat seperti adrenalin dan norepinefrin, yang mempengaruhi sistem saraf selama stres berlangsung, juga dikeluarkan. Hal ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan dan mempercepat penegangan otot. Demikianlah, rasa sakit berakibat pada penegangan, penegangan pada kecemasan, dan kecemasan memperparah rasa sakit.<br /><br />Akan tetapi, salah satu dampak paling merusak dari stres adalah serangan jantung. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang agresif, khawatir, cemas, tidak sabar, dengki, suka memusuhi dan mudah tersinggung memiliki peluang terkena serangan jantung jauh lebih besar daripada orang yang tidak memiliki kecenderungan sifat-sifat tersebut.<br /><br />Alasannya adalah bahwa rangsangan berlebihan pada sistem saraf simpatetik [yakni sistem saraf yang mengatur percepatan denyut jantung, perluasan bronkia, penghambatan otot-otot halus sistem pencernaan makanan, dsb.], yang dimulai oleh hipotalamus, juga mengakibatkan pengeluaran insulin yang berlebihan, sehingga menyebabkan penimbunan kadar insulin dalam darah. Ini adalah permasalahan yang teramat penting. Sebab, tak satu pun keadaan yang berujung pada penyakit jantung koroner memainkan peran yang sedemikian paling penting dan sedemikian berbahaya sebagaimana kelebihan insulin dalam darah.<br /><br />Para ilmuwan telah mengetahui bahwa semakin parah tingkat stres, maka akan semakin lemahlah peran positif sel-sel darah merah di dalam darah. Menurut sebuah penelitian yang dikembangkan oleh Linda Naylor, pimpinan perusahaan alih teknologi Universitas Oxford, pengaruh negatif berbagai tingkatan stres pada sistem kekebalan tubuh kini dapat diukur.<br /><br />Terdapat kaitan erat antara stres dan sistem kekebalan tubuh. Stres kejiwaan memiliki dampak penting pada sistem kekebalan dan berujung pada kerusakannya. Saat dilanda stres, otak meningkatkan produksi hormon kortisol dalam tubuh, yang melemahkan sistem kekebalan. Atau dengan kata lain, terdapat hubungan langsung antara otak, sistem kekebalan tubuh dan hormon. Para pakar di bidang ini menyatakan:<br /><br />Pengkajian terhadap stres kejiwaan atau stres raga telah mengungkap bahwa selama stres berat berlangsung terjadi penurunan pada daya kekebalan yang berkaitan dengan keseimbangan hormonal. Diketahui bahwa kemunculan dan kemampuan bertahan dari banyak penyakit termasuk kanker terkait dengan stres.<br /><br />Singkatnya , stres merusak keseimbangan alamiah dalam diri manusia. Mengalami keadaan yang tidak normal ini secara terus-menerus akan merusak kesehatan tubuh, dan berdampak pada beragam gangguan fungsi tubuh. Para ahli menggolongkan dampak buruk dari stres terhadap tubuh manusia dalam sejumlah kelompok utama sebagaimana berikut:<br /><br />- Cemas dan Panik: Suatu perasaan yang menyebabkan peristiwa tidak terkendali.<br />- Mengeluarkan keringat yang semakin lama semakin banyak<br />- Perubahan suara: Berbicara secara gagap dan gugup<br />- Aktif yang berlebihan: Pengeluaran energi yang tiba-tiba, pengendalian diabetik yang lemah<br />- Kesulitan tidur: Mimpi buruk<br />- Penyakit kulit: Bercak, bintik-bintik, jerawat, demam, eksim dan psoriasis .<br />- Gangguan saluran pencernaan: Salah cerna, mual, luka pada permukaan dalam dinding saluran pencernaan<br />- Penegangan otot: gigi yang bergesekan atau terkunci, rasa sakit sedikit tapi terus-menerus pada rahang, punggung, leher dan pundak<br />- Infeksi berintensitas rendah: pilek, dsb.<br />- Migrain<br />- Denyut jantung dengan kecepatan yang tidak wajar, rasa sakit pada dada, tekanan darah tinggi<br />- Ketidakseimbangan ginjal, menahan air<br />- Gangguan pernapasan, pendek napas<br />- Alergi<br />- Sakit pada persendian<br />- Mulut dan tenggorokan kering<br />- Serangan jantung<br />- Melemahnya sistem kekebalan<br />- Pengecilan di bagian otak<br />- Perasaan bersalah dan hilangnya percaya diri<br />- Bingung, ketidakmampuan menganalisa secara benar, kemampuan berpikir yang rendah, daya ingat yang lemah<br />- Rasa putus asa yang besar, meyakini bahwa segalanya berlangsung buruk<br />- Kesulitan melakukan gerak atau diam, memukul-mukul dengan irama tetap<br />- Ketidakmampuan memusatkan perhatian atau kesulitan melakukannya<br />- Mudah tersinggung dan sangat peka<br />- Bersikap yang tidak sesuai dengan akal sehat<br />- Perasaan tidak berdaya atau tidak berpengharapan<br />- Kehilangan atau peningkatan nafsu<br /><br />Kenyataan bahwa mereka yang tidak mengikuti nilai-nilai ajaran agama mengalami "stres" dinyatakan oleh Allah dalam Al Qur'an :<br /><br />"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta..." (QS. Thaahaa, 20:124)<br /><br />Dalam sebuah ayat lain, Allah telah menyatakan bahwa<br /><br />" … hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja…" (QS. At Taubah, 9:118)<br /><br />Kehidupan yang "gelap dan sempit" ini, atau stres, nama yang diberikan di masa kini, adalah akibat ketidakmampuan orang-orang tak beriman untuk menaati nilai-nilai akhlak yang diajarkan agama. Kini, para dokter menyatakan bahwa jiwa yang tenang, damai dan penuh percaya diri sangatlah penting dalam melindungi pengaruh stres. Kepribadian yang tenang dan damai hanya dimungkinkan dengan menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an . Sungguh, telah dinyatakan dalam banyak Al Qur'an bahwa Allah akan memberikan "ketenangan" dalam diri orang-orang beriman. (Al Qur'an , 2:248, 9:26, 40, 48:4, 18) Janji Tuhan kita terhadap orang-orang beriman telah dinyatakan sebagaimana berikut:<br /><br />Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS, An Nahl, 16: 97).<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-16242606957886656222007-04-24T02:01:00.000-07:002007-04-24T02:02:41.654-07:00Manusia BangkrutDari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bertanya, ''Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?'' Mereka (para sahabat) menjawab, ''Orang yang tidak mempunyai uang dan harta.''<span class="fullpost"><br /><br />Rasulullah SAW menerangkan, ''Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa, dan zakatnya, namun dia dahulu di dunianya telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah si itu, dan telah memukul orang lain (dengan tidak hak), maka si ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya (kepada orang lain), maka kesalahan orang yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke api neraka.'' (HR Muslim).<br /><br />Di dunia ini, mungkin banyak orang yang merasa kuat dapat membebaskan diri mereka dari jeratan hukum akibat perbuatan zalim mereka terhadap orang lain. Mungkin dia pernah berutang dan tidak pernah membayar, atau membunuh tanpa alasan yang dibenarkan Allah, atau bahkan mencaci maki orang lain, baik secara disengaja atau tidak.<br /><br />Saat itu, dia tidak menyadari bahwa hukum dan keadilan Allah akan ditegakkan di hari kiamat kelak. Pada saat itu tidak seorang pun yang dapat membebaskan diri dari kesalahannya selama di dunia, yang dia tak pernah bertobat dan menyesalinya.<br /><br />Dalam mahkamah Allah, hukum akan ditegakkan seadil-adilnya. Kesalahan dan kebaikan sebesar biji bayam pun, tak akan luput dari perhitungan-Nya. Orang yang menzalimi saudaranya di dunia, sedangkan dia belum bertaubat dari kezaliman tersebut dengan meminta maaf atau mengembalikan haknya, maka dia harus membayarnya dengan kebaikannya.<br /><br />Karenanya, Rasulullah SAW berwasiat kepada umatnya dengan sabdanya, ''Barangsiapa yang melakukan perbuatan zalim terhadap saudaranya, maka hendaklah ia meminta dimaafkan sekarang sebelum datang hari yang tidak berlaku pada saat itu emas atau perak. Sebelum diambil darinya kebaikannya untuk membayar kezalimannya terhadap saudaranya, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka dibebankan kepadanya keburukan saudaranya itu kepadanya.'' (HR Bukhari).<br /><br />Karena itu, mari kita membebaskan diri dari menzalimi orang lain, penuhilah setiap yang mempunyai hak akan haknya, dan jangan menunggu hari esok karena tidak seorang pun yang mengetahui akan keberadaannya di esok hari. <br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-20835377108495712062007-04-19T19:40:00.000-07:002007-04-19T19:47:16.250-07:00Maksiatku Derita IbuAku, anak lelaki satu-satunya. Segala mauku terpenuhi. Jauh dari keluarga, aku pun akhirnya ndrugal. Miras dan narkoba kukonsumsi dengan uang kiriman ortu. Suatu hari kulihat derita ibu. Inilah titik balik langkahku.<span class="fullpost"><br /><br />Seperti lazimnya remaja yang beranjak dewasa, aku pun selalu ingin mencoba segala sesuatu yang menurut hatiku menarik dan menantang. Apalagi bila lingkungan pergaulan begitu berpengaruh dalam hati, maka apa pun yang akan terjadi aku lakukan juga walau resikonya begitu besar. Semua itu tidak akan aku pedulikan, yang penting obsesiku sebagai remaja bisa terpenuhi.<br /><br />Aku adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara. Dalam keluargaku, hanya akulah satu-satunya anak laki-laki. Praktis, aku selalu dimanja kedua orang tua. Bahkan, adik bungsuku --yang wanita itu-- pun kadang iri melihat kasih sayang ibu dan ayah padaku melebihi kasih sayang mereka kepadanya. Apapun yang aku mau, pasti mereka kabulkan walau itu terkesan dipaksakan. Ya, aku betul-betul menikmati posisiku sebagai anak laki-laki satu-satunya.<br /><br />Waktu pun terus berjalan tiada terasa. Setelah lulus SMA, bila ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mau tidak mau aku harus hijrah dari kampungku ke kota. Hal ini terasa berat olehku. Aku yang selalu dilayani; baik makan, cuci dan sebagainya, kini harus mandiri dan jauh dari orang tua. Namun, keinginan untuk kuliah membuatku terpaksa sedikit berkorban. Tak apalah, pikirku saat itu. Yang penting kiriman dana terus mengalir padaku, semuanya pasti beres.<br /><br />Sejujurnya, kami ini bukanlah keluarga kaya raya. Ayahku hanyalah seorang pensiunan pegawai rendah yang berpenghasilan tak seberapa, sedangkan ibuku hanyalah pedagang kecil sayur-sayuran yang dikumpulkan dari petani dan dijual ke kota kabupaten. Bila dipikir, menguliahkanku terasa dipaksakan saja. Tapi, demi anak manja ini, semua kemauanku pasti mereka turuti, terlebih lagi bila kuberi embel-embel demi masa depanku.<br /><br />Hari demi hari kujalani seorang diri. Tak ada lagi adikku yang terbirit-birit mengambilkan barang yang aku inginkan. Tak ada lagi saudara-saudaraku yang cemberut melihat semua fasilitas keluarga kukuasai. Seiring berjalannya waktu, semua menjadi terbiasa bagiku.<br /><br />Aku mulai bergaul dengan pemuda setempat. Lambat laun temanku semakin banyak. Kini aku temukan kembali keceriaan yang aku dapatkan dulu di tengah-tengah keluarga, hanya saja bentuknya berbeda. Kehidupan malam yang tak pernah aku rasakan sewaktu di kampung dulu, menjadi rutinitasku kini. Pastinya minuman beralkohol menjadi minuman wajib setiap harinya.<br /><br />Aku mulai lupa dengan tujuan utamaku ke kota, yakni kuliah. Masa bodoh, pikirku. Yang penting aku bisa menikmati kehidupan ini dengan happy. Tak pernah terpikir olehku, betapa mudahnya aku menghambur-hamburkan uang kiriman orang tua untuk minuman beralkohol itu. Tak pernah terbersit di hatiku, bahwa gaji pensiunan yang tak seberapa itu harus aku bagi dengan saudara-saudaraku. Sementara penghasilan ibuku tidaklah seberapa, hanya cukup untuk makan sehari-hari.<br /><br />Bosan dengan minuman keras, aku akhirnya berkenalan dengan yang namanya narkoba. Pada mulanya aku cuma disodori oleh teman-teman sejenis pil yang mereka sebut pil koplo.Wah, suatu pengalaman yang sangat berkesan bagiku. Efek dari obat itu membuatku ketagihan. Lambat laun dosis yang aku butuhkan semakin banyak setiap harinya. Artinya, dana yang aku butuhkan pun otomatis semakin membengkak. Mau tidak mau orang tua di kampunglah yang aku harapkan menanggung kebutuhanku. Sementara kiriman dari kampung sudah maksimal. Kadang aku jadi bingung darimana aku harus mendapatkan uang. Sudah berkali-kali aku meminta kepada orang tuaku untuk mengirimiku uang yang lebih banyak lagi. Tetapi, mereka pun lagi paceklik. Rasanya aku bagai di neraka manakala tubuhku membutuhkan obat itu namun tak ada. Aku betul-betul tersiksa. Untunglah keinginan untuk berbuat "yang tidak tidak" tak pernah terlintas dalam pikiranku.<br /><br />Kuliahku betul-betul hancur. Nilai-nilaiku di kampus tak sampai mencapai nilai satu. Pihak universitas sudah melayangkan surat peringatakan padaku. Namun itu semua hanyalah gertak sambal. Masih untung, aku ini masih memiliki sedikit minat pada kegiatan-kegiatan ekstrakampus. Aku sering mengikuti acara baksos (bakti sosial) organisasi kampus bila dilakukan di luar kota. Lagi-lagi harus disertai dengan minuman keras dan pil nikmat itu. Rasanya aku bahagia sekali saat itu.<br /><br />Suatu hari, baksos salah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada di kampus, diadakan dekat kampungku. Aku pun mengikutinya. Lumayan juga, aku bisa kembali ke rumah. Apalagi kalau bukan untuk mendapatkan uang guna membeli barang-barang nikmat itu.<br /><br />Sampai di lokasi, aku kebagian tugas pergi ke pasar membeli bahan-bahan makanan untuk persediaan kami selama baksos. Yang pertama kali aku datangi adalah bagian khusus penjualan sayur-mayur. Sayur-mayur adalah yang paling kami butuhkan saat itu.<br /><br />Aku berpindah dari satu penjual ke penjual yang lain untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Saat berbelanja itulah, ekor mataku menangkap sekelebat bayangan yang rasa-rasanya aku kenal. Dengan penasaran kuikuti orang itu. Dia masuk ke kerumunan orang yang sedang berdesakan. Aku lihat orang itu -dengan bakul besar yang berisi sayuran di atas kepalanya- dengan susah payah menyibak kerumuman orang. Ah, kini rasanya aku kenal betul orang itu, bahkan sangat dekat.<br /><br />Kerumunan orang yang berdesakan membuatku tak dapat melihat dia secara jelas. Namun, entah mengapa ada dorongan dalam hatiku untuk terus mengikuti sampai dia menurunkan beban di atas kepalanya.<br /><br />Akhirnya orang misterius itu sampai juga di tempat tujuannya. Dengan susah payah beban itu dia turunkan. Tatkala dia berbalik ke arahku itulah, dunia ini serasa kiamat. Ternyata dia adalah ibuku yang sedang membanting tulang mencari nafkah. Sungguh betapa bertolak belakangnya dengan diriku selama ini. Aku dengan mudahnya menghamburkan uang -yang ternyata diperoleh dengan begitu susahnya- hingga habis dalam sekejap.<br /><br />Aku lihat wajah tua ibuku kala itu dengan rambut yang acak-acakan berusaha tersenyum manis pada setiap orang yang lewat. Ya Rabbi, betapa berdosanya aku selama ini. Masihkah ada ampunan untuk anak berdosa seperti aku? Tak terasa air mata penyesalanku mengalir di pipiku yang cekung. Rasa bersalah yang amat sangat itu membuatku diam terpana tak bisa berbuat apa-apa. Aku tak menemui ibu saat itu supaya dia tidak kaget dengan kehadiran diriku. Aku hanya berjanji dalam hatiku sendiri tak akan lagi melakukan hal-hal yang tidak berguna.<br /><br />Baksos itu pun usai sudah. Kami kembali ke kota dimana kami kuliah. Masih terbayang di mataku semua kejadian yang bagai mimpi pada siang bolong itu. Di kamar, aku hanya mampu termenung. Langkah-langkah suramku muncul kembali dalam benak dan ingatanku silih berganti dengan bayang-bayang ibu dan bakulnya.<br /><br />Beberapa hari aku mengurung diri di kamar. Di dalam hati, aku bertekad tak kan lagi melihat yang namanya alkohol dan narkoba, apalagi memakainya. Kecanduanku pada barang-barang itu benar-benar sirna. Mudah-mudahan ALlah Ta'ala menguatkan tekadku dan menerima taubatku. (Kisah Ir di kota M)<br /><br />Taken from: Elfata Vol 4 no 12/2004 <br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-24626014790976823412007-04-19T19:36:00.000-07:002007-04-19T19:39:26.015-07:00Gadis Itu Tewas dalam Posisi MenariSebagai pemandi mayat selama 13 tahun di Saudi Arabia ia belum pernah melihat pemandangan seperti ini. Ketika ia membuka selimut yang menutupi mayat tersebut ia seketika pingsan. Beberapa wanita datang berusaha menyadarkannya, setelah ia sadar Fulanah segera menemui ibu si mayat tersebut dan bertanya,<span class="fullpost"> wahai ukhti seumur hidupku aku belum pernah melihat kondisi jasad yang demikian, aku melihat jasad putrimu dalam keadaan menari (berjoget) apa yang dilakukan putrimu di masa hidupnya?? <br /><br />Sang ibu dengan terisak menceritakan, bahwa putrinya semasa hidupnya menggandrungi musik dan nyanyian. Ia terobsesi dengan musik, terlebih usianya yang baru menginjak remaja (ABG) sulit bagi sang ibu untuk menasehatinya. Ia senang menonton lagu-lagu favorit yang sedang hit dalam video klips, menyukai penyanyi-penyanyi tersebut dengan penuh cinta. Hidupnya hanya di isi dengan nyanyian dan musik.<br /><br />Suatu hari gadis belasan tahun itu datang dalam sebuah pesta, karena memang ia diundang oleh kawannya. Dalam sebuah pesta tentu saja didalamnya ada nyannyian dan musik. Maka ketika lagu kesayangannya dinyanyikan ia tidak dapat menahan dirinya.Mulailah ia menari (berjoget) dan bernyanyi dengan riangnya. Dalam keadaan yang sangat bersemangat itu tiba-tiba ia terjatuh dan tubuhnya membentur meja di depannya. Ia tak sadarkan diri, orang-orang di sekitarnya berusaha menolongnya dan mereka mendapati gadis itu telah tiada. Dan, tubuhnya kaku (benar-benar kaku dan keras)tidak dapat digerakkan. Dengan posisi tangan meliuk di atas kepala (sebagaimana layaknya orang berjoget).<br /><br />Setelah mendengar penjelasan sang ibu, Fulanah berusaha memandikan mayat gadis malang itu ia pun berusaha memposisikan jasad sang gadis sebagaimana layaknya mayat yang akan dikafankan. Tapi, subhanallah jasad itu benar-benar kaku seperti batu, ia tidak dapat menekukkan tangan sang mayat, akhirnya ia pasrah membungkus mayat dalam keadaan sebagaimana adanya. <br /><br />Jika akhir hidup manusia yang menggemari para penyanyi seperti diatas mendapatkan hukuman seperti itu, bisakah kita membayangkan bagaimana keadaan para penyanyi (artis) itu sendiri bila mereka tidak segera bertaubat kepada Allah ? <br /><br />Tidakkah kita mengambil ibrah ini wahai hamba Allah?? Tidak menjadi jaminan usia yang muda tidak akan diburu ajal? Tidakkah kita takut ketika kita melakukan maksiat tiba-tiba Allah mencabut nyawa kita dengan mendadak? Berapa banyak generasi salaf takut akan kondisi diatas, mati dalam keadaan suul khatimah (akhir yang buruk).Ada diantara mereka yang senantiasa berdoa agar Allah mewafatkan mereka ketika mereka sedang sujud sehingga Allah pun mengabulkan doanya. Semoga Allah menjadikan kita senatiasa istiqamah dalam ketaatan dan mengakhiri hidup kita dengan husnul khatimah.amin. <br /><br />Sumber: Daurah Syar’iyah Muslimah Mahad Darul Hidayah, Rabwa, Riyadh.(Jilbabonline) <br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-75958727013873236902007-04-19T19:23:00.000-07:002007-04-19T19:26:29.198-07:00Masuk Islam Karena Pakaian DalamMungkin kedengaran aneh dan janggal. Hidayah memang bisa datang kapan saja dan pada siapa saja. Selama ini mungkin kita lebih sering mendengar masuk islamnya seorang non muslim kedalam islam di sebabkan hal-hal luar biasa dan penting. Seperti dokter Miller seorang penginjil Kanada yang masuk islam setelah menjumpai I’jaz Qur’an dari berbagai segi.<span class="fullpost">Tapi yang ini benar-benar tidak biasa. Ya,…masuk islam gara-gara pakaian dalam!!<br /><br />Fakta ini dikisahkan Doktor Sholeh Pengajar di sebuah perguruan Tinggi Islam di Saudi, saat ditugaskan ke Inggris. Ada seorang perempuan tua yang biasa mencuci pakaian para mahasiswa Inggris termasuk pakaian dalam mereka.<br /><br />Suatu hari wanita tua ini menceritakan keheranannya selama bertugas pada Doktor Sholeh, perihal adanya pakaian dalam yang ‘aneh’. Ada beberapa pakaian dalam yang tidak berbau seperti mahasiswa umumnya, apa sebabnya? Maka ustadz ini menceritakan karena pemiliknya adalah muslim, agama kami mengajarkan bersuci setiap selesai buang air kecil maupun buang air besar, tidak seperti mereka yang tidak perhatian dalam masalah seperti ini. <br /><br />Betapa terkesan ibu tua ini dan tidak lama kemudian ia mengikrarkan syahadat, masuk islam dengan perantaraan pakaian dalam!!!<br /><br />Di kutip dari : Majalah Al-Qawwam edisi 15, dzul qa’dah 1427 H Badiah, Riyadh.<br /><br />Kosa kata:<br /><br />I’jaz Qur’an : artinya adalah kehebatan, kemukjiza<br /> </span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-39752536111211359482007-04-19T19:16:00.000-07:002007-04-19T19:22:47.402-07:00Kisah Masuk Islamnya Seorang Dokter Amerika Karena Satu Ayat Al-Qur’anBeberapa tahun yang lalu, seorang teman bercerita kepadaku tentang kisah masuknya seorang dokter Amerika ke dalam Islam. Dari apa yang kuingat dari kisah yang indah ini adalah : Kisah ini terjadi pada salah satu rumah sakit di Amerika Serikat.<br /><span class="fullpost"><br />Di rumahsakit tersebut, seorang dokter muslim bekerja dengan keilmuan yang sangat baik, sehingga memberi pengaruh besar untuk mengenal beberapa dokter Amerika. Dan dia, dengan kemampuan tersebut mengundang decak kagum mereka. Diantara para dokter Amerika ini, dia mempunyai satu teman akrab yaitu orang yang memiliki kisah ini. Mereka berdua selalu bertemu dan keduanya bekerja pada bagian persalinan.<br /><br />Pada suatu malam, di rumah sakit tersebut terjadi dua peristiwa persalinan secara bersamaan. Setelah kedua wanita itu melahirkan, dua bayi tersebut tercampur dan tidak ada yang mengetahui masing-masing pemilik kedua bayi yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu. Kerancuan ini terjadi disebabkan kecerobohan perawat yang seharusnya dia menulis nama ibu pada gelang yang diletakkan di tangan kedua bayi tersebut. Dan ketika kedua dokter tersebut tahu bahwa mereka berada dalam kebingungan; Siapakah ibu bayi laki-laki dan siapakah ibu bayi perempuan, maka dokter Amerika berkata kepada dokter Muslim, ”Engkau mengatakan bahwasanya Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu dan engkau mengatakan bahwasanya Al-Qur’an itu mencakup semua permasalahan-permasalahan apapun. Maka tunjukkanlah kepadaku cara mengetahui siapa ibu dari masing-masing bayi ini..!!”<br /><br />Dokter Muslim itupun menjawab, ”Ya, Al-Qur’an telah menerangkan segala sesuatu dan akan aku buktikan kepadamu tentang hal itu. Biarkan kami mendiagnosa ASI kedua ibu dan kami akan menemukan jalan keluar.” Setelah nampak hasil diagnosa, dengan sangat percaya diri dokter muslim itu memberitahu temannya si dokter Amerika, siapakah ibu sebenarnya dari masing-masing bayi tersebut...!!!!<br /><br />Dokter Amerika itupun terheran-heran dan bertanya, ”Bagaimana kamu tahu?”<br /><br />Dokter Muslim menajwab ”Sesungguhnya hasil yang nampak menunjukkan bahwasanya kadar banyaknya ASI pada payudara ibu si bayi laki-laki dua kali lipat kandungannya dibanding ibu si bayi perempuan. Perbandingan kadar garam dan vitamin pada ASI si ibu bayi laki-laki itu juga dua kali lipat dibanding ibu si bayi perempuan.” Kemudian dokter muslim tersebut membacakan ayat Al-Qur’an yang dia jadikan dasar argumen dari jalan keluar itu,<br /><br />”Bagi laki-laki seperti bagian dua perempuan.” (QS. An-Nisa:11)<br /><br />Dan setelah mendengarkan dokter Amerika itu arti ayat tersebut, dia jadi bengong, dan dia menyatakan keislamannya secara spontan tanpa ragu-ragu. Subhanallah, Maha Suci Allah Robb semesta alam. *Jilbabonline<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-43683486901584380722007-04-11T19:16:00.000-07:002007-04-11T19:17:44.236-07:00Taat Kalo Ada yang LiatPriiit..!!!” teriakan peluit menghentikan seorang pengendara motor yang baru aja nerobos lampu merah. Dengan perasaan cemas, doi segera menghentikan kendaraannya. Kepalanya celingak-celinguk nyari sumber suara peluit. Dari kejauhan tampak tukang gorengan berjalan mendekati doi. Rupanya, tukang gorengan itu polisi yang menyamar. Dengan muka sangar, pak polisi membentak sang pengendara.<span class="fullpost"> <br /><br />“Kenapa kamu nerobos lampu merah?”<br />“Maaf pak, saya nggak liat.” Jawabnya dengan muka memelas.<br />“Masa’ lampu merah segede itu nggak keliatan?” hardik pak polisi tanpa belas kasihan.<br />“Lampu merah sih liat pak. Cuma....” sang pengendara ragu meneruskan kalimatnya.<br />“Cuma apa?!!”<br />“Cuma saya nggak liat ada bapak. Hehehe...” jawabnya sambil nyengir.<br />Gubraks!<br /><br />Penggalan cerita di atas boleh jadi mewakili mental masyarakat kita kalo udah berurusan dengan aturan. Yup, seperti episode sebuah iklan rokok. “taat kalo cuma ada yang liat”. Di tempat kerja, kalo ada bos atau atasan, sibuk kasak-kusuk ketik sana-sini di depan komputer biar keliatan kerja. Giliran bos udah berlalu, kembali ke aktivitas rutin dengan bermain solitaire, chatting, atau ngotak-ngatik friendster. <br /><br />Begitu juga dengan lingkungan sekolah. Dandanan seragam sekolah rapi lengkap dengan bet dan lokasi plus dasi cuma keliatan pas ujian doang. Soalnya kalo nggak gitu, pengawas bakal mengeliminasi kita dari ruang ujian. Berabe dong. Ternyata saat ujian, nggak cuma pakaiannya aja yang rapi, tapi contekan pun nggak kalah rapinya. Sampe-sampe pengawas sulit menemukan jejak-jejak keberadaannya. Tapi giliran pengawas meleng dikit atau permisi ke belakang, langsung deh contekan dengan ukuran font kecil dan tulisan nggak karuan mulai menampakkan diri. Mumpung nggak ada yang liat. Nah lho?<br /><br />Aturan Islam juga kebagian<br />Sobat, mental ‘taat kalo diliat’ ternyata mewabah juga pada sikap remaja muslim terhadap hukum Islam. Beberapa aturan Islam yang lengket dalam keseharian kita, masih aja pake pertimbangan ada yang ngawasin apa nggak.<br /><br />Seperti shalat lima waktu misalnya. Sedih juga kalo kita tahu ternyata masih ada sebagian temen-temen kita yang shalatnya angin-anginan. Kalo disuruh ortu dengan ancaman pemblokiran uang jajan, baru deh mau shalat meski dengan berat hati. Pas lagi bareng bokin yang baru jadian, shalat nggak pernah ketinggalan. Tapi pas nggak disuruh ortu atau nggak terancam pemblokiran uang jajan, shalatnya tergantung mood. Gitu juga pas lagi sendiri tanpa kehadiran pujaan hati, urusan shalat mah entar-entar dulu. Payah deh!<br /><br />Kewajiban menutup aurat juga mengalami nasib yang sama. Banyak remaja muslimah yang baru mau nutup aurat alias pake kerudung dan pakaian tertutup saat mau ikut pengajian atau pesantren kilat. Nggak enak kalo keliatan ustadz nggak nutup aurat. Ada juga yang rajin pake seragam sekolah yang menutup aurat lantaran diwajibkan sekolah. Diluar itu, mereka kembali ke alamnya yang dijejali tren fashion yang mengumbar aurat dalam berbusana. Sayang ya?<br /><br />Sobat, mental ‘taat kalo diliat’ ini memang gaswat kalo dibiarkan. Remaja bisa terbiasa jadi munafik. Plus bisa terkontaminasi penyakit riya’ yang seneng dipuji atau diliat orang. Dua sikap ini yang bisa menggerogoti keikhlasan kita dalam beramal kebaikan. Nabi saw. bersabda: “Aku akan memberitahukan beberapa kaum dari umatku. Di hari kiamat mereka datang dengan membawa kebaikan seperti gunung tihamah yang putih. Tapi Allah menjadikannya bagaikan debu yang bertebaran. Tsaubah berkata: “Wahai Rasulullah, sebutkanlah sifat mereka dan jelaskanlah keadaan mereka agar kami tidak termasuk bagian dari mereka sementara kami tidak mengetahuinya.” Rasulullah saw. bersabda: “Ingatlah!, mereka adalah bagian dari saudara kalian dan dari ras kalian. Mereka suka bangun malam sebagaimana kalian, tapi mereka adalah kaum yang jika tidak dilihat oleh siapa pun ketika menghadapi perkara yang diharamkan Allah, maka mereka melanggarnya.” (HR. Ibnu Majah).<br /><br />Tuh kan sobat, cuma para pengecut yang pantas punya mental ‘taat kalo diliat’. Mungkin aja dia merasa hebat dan jagoan bisa lolos dari pengawasan atas pelanggarannya, tapi sebenernya dia justru berjiwa kerdil yang nggak punya nyali untuk tetep komitmen dengan perilakunya yang terpuji. So, udah deh buang jauh-jauh mental pecundang ini. Atau kamu bakal tekor dunia-akhirat? Ih, amit-amit.<br /><br />Cuma taat kalo diliat, kenapa?<br />Mental “taat kalo diliat’ tumbuh subur lantaran empat hal: niat, sanksi, pengawasan, en kesadaran.<br />Pertama, niat. Kita pasti tau kalo niat selalu ada di balik setiap perbuatan. Terlepas apa niat itu udah direncanain jauh-jauh hari atau spontan. Untuk ketaatan pada aturan, nggak semuanya enjoy jalaninnya. Aturan udah kadung dianggap ngebatasin gerak. Kalo ngadepin aturan, bawaan niatnya jelek mulu. Pikirnya, aturan ada untuk dilanggar, bukan untuk ditaati. Walhasil, kalo niat udah kuat, ngelanggar aturan jadi kebiasaan. Malah perbuatan dosa pun dianggap sepele. Dari sekedar nggak shalat, nggak nutup aurat, sampe jadi pelaku tetap maksiat apa pun. Cuma lantaran nggak ada yang liat. Berabe kan?<br /><br />Kedua, sanksi. Sebuah aturan bakal tegak en punya power buat ngatur kalo ada sanksi yang tegas. Tanpa itu, orang bisa setengah-setengah taat ama aturan. Jangan mentang-mentang punya duit, aturan bisa dibeli. Sementara yang duitnya pas-pasan, kudu relapaksa hadir di pengadilan. Kalo rasa adil itu pilih kasih, orang nggak ngerasa penting untuk taat aturan. Ya, untuk apa taat, kalo yang nggak taat pun bisa seenaknya ngebeli aturan. Kalo udah begini, taat sama dengan makan ati. Cuapek deeeh!!<br /><br />Ketiga, pengawasan. Ketegasan sanksi nggak punya arti tanpa pengawasan. Makanya, pengawasan yang kendor terhadap aturan, memancing orang untuk maen curang. Nggak ada polantas alias polisi lalu lintas, berarti ada kesempatan untuk nyari jalan pintas. Payah!<br /><br />Keempat, kesadaran. Ini gerbang terakhir sebelum seeorang ngelanggar aturan. Niat udah kuat, sanksi nggak ketat, yang ngawasin juga nggak ada di tempat, berarti tinggal selangkah lagi. Kalo dia sadar ada beban moral untuk melanggar atau ngerasa bakal bikin rugi semua pihak, tentu mikir-mikir lagi untuk nggak taat. Sayangnya, beban moral terlalu lemah untuk mencegah pelanggaran. Di zaman nafsi-nafsi kayak sekarang, moral udah jadi almarhum. Yang ada tinggal kepentingan diri sendiri dan cuek dengan sekitarnya. Nggak asyik tuh!<br /><br />Sobat, dari keempat faktor di atas, yang terakhir kudu dapet perhatiin khusus. Yup, soalnya kalo kesadaran seseorang dilandasi dorongan yang shahih, tentu nggak gampang tergoda melanggar aturan. Mesti niat, sanksi, atau pengawasan udah kondusif. Di sinilah pentingnya kita punya kesadaran shahih yang nggak cuma ngandelin beban moral. Dan itu ada dalam Islam. Yuk!<br /><br />Allah pasti Ngeliat, Bro!<br />Sebagai seorang muslim, kita udah sering dengar sifat-sifat Allah yang biasa dikenal dengan sebutan asma’ul husna. Keyakinan terhadap asma’ul husna ini yang mengokohkan keimanan kita kepada Allah Swt. Keimanan yang akan melahirkan kesadaran akan adanya Allah dalam setiap perilaku kita di dunia. Penting nih!<br /><br />Salah satu sifat Allah yang mulia itu adalah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Itu artinya, Allah bisa melihat dan mengetahui setiap perilaku hambaNya baik di tempat terang maupun tempat yang tersembunyi. Termasuk mengetahui letak semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di tengah malam yang gelap gulita. Tuh kan, makhluk kecil yang tak terjangkau penglihatan manusia aja dengan mudah diketahui Allah, gimana kita yang ukurannya beberapa ratus kali lipat dari ukuran semut. Makanya nggak wajar kalo kita selaku muslim merasa nggak ada yang ngawasin perbuatan kita saat berbuat maksiat.<br /><br />Dalam sebuah kisah pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab, terjadilah dialog antara ibu penjual susu dengan putrinya.<br />“Tidakkah kau campur susu daganganmu dengan air? Subuh telah datang,” kata sang Ibu.<br />“Bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan Amirul Mukminin telah melarang mencampur susu dengan air?” jawab putrinya.<br />“Orang-orang telah mencampurnya. Kau campur saja. Toh, Amirul Mukminin tidak akan tahu.”<br />Putrinya menjawab, “Jika Umar tidak tahu, Tuhan Umar pasti tahu. Aku tidak akan mencampurnya karena dia telah melarangnya.”<br />Dari kisah di atas, kita bisa ambil pelajaran berharga bahwa pengawasan manusia terbatas, namun pengawasan Allah unlimited!<br /><br />Lolos di dunia, belum tentu di akhirat<br />Sobat, di antara kita mungkin udah tau celah untuk lolos dari razia polantas. Ada juga yang mahir ngibulin guru biar bisa cabut tepat waktu. Atau mungkin udah terbiasa menghilangkan jejak agar tak terdeteksi oleh pengawasan ortu. Tapi siapa yang jamin kamu bisa sembunyi dari pengawasan Allah? Nggak ada. Kalo kamu ngerasa aman dan bebas ngelanggar aturan Allah cuma lantaran Allah nggak terlihat, siap-siaplah menghadapi rasa takutmu yang menjadi-jadi di akhirat nanti.<br /><br />Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., tentang perkara yang diriwayatkan beliau dari Tuhannya. Allah berfirman: “Demi kemuliaanKu, aku tidak akan menghimpun dua rasa takut dan dua rasa aman pada diri seorang hamba. Jika ia takut kepadaKu di dunia, maka Aku akan memberikannnya rasa aman di hari kiamat. Jika ia merasa aman dariKu di dunia, maka Aku akan memberikan rasa takut kepadanya di hari kiamat.” (HR Ibnu Hibban)<br /><br />Karena itu, agar kita nggak ngerasa aman dari Allah di dunia, Allah udah ngasih konsekuensi pahala dan dosa untuk ngukur ketaatan kita pada syariatNya. Kalo kita senantiasa taat dan ikhlas dalam ngikutin tuntunan Allah dan RasulNya di hari-hari kita, kita bisa meraih pahala. Sebaliknya, kalo kita melanggar atau taat setengah hati terhadap Allah, dosalah yang kita dapetin. Semuanya bakal diperlihatkan pada kita diakhirat nanti.<br /><br />Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS al-Zalzalah [99]: 7-8)<br /><br />Hanya ada satu cara untuk memperkuat kesadaran akan adanya Allah Ta’ala, yaitu dengan ngaji. Yup, dengan mengaji kita selalu diingatkan akan kebesaran Allah dengan sifat-sifatNya yang mulia, kelengkapan syariatNya untuk mengatur hidup kita, dan kasih sayang Allah bagi hamba-hambaNya yang selalu berusaha untuk taat di segala situasi dan kondisi. Selalu pake ukuran dosa atau pahala sebelum berbuat.<br /><br />Kini, saatnya kita menguatkan kesadaran kita akan adanya Allah Swt. dan sifat-sifatNya. Cukup mental ‘taat kalo diliat’ hanya ada dalam pariwara aja. Nggak usah ditiru dalam berperilaku. Sebaiknya kita berprinsip: dengan atau tanpa pengawasan dari manusia, kita tetep taat ama aturan Allah. Karena Allah Swt. pasti ngeliat, malaikat Raqib dan Atid selalu mencatat, so, taat syariat nggak kenal tempat.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-70179859581499106812007-03-28T22:05:00.000-07:002007-03-28T22:09:23.907-07:0010 Ciri Orang yang Berfikir PositifSemua orang yang berusaha meningkatkan diri dan ilmu pengetahuannya pasti tahu bahwa hidup akan lebih mudahn dijalani bila kita selalu berpikir positif. Tapi, bagaimana melatih diri supaya pikiran positiflah yang 'beredar' di kepala kita, tak banyak yang tahu. Oleh karena itu, sebaiknya kita kenali saja dulu ciri-ciri orang yang berpikir positif dan mulai mencoba meniru jalan pikirannya.<span class="fullpost"><br />1. Melihat masalah sebagai tantangan Bandingkan dengan orang yang melihat masalah sebagai<br />cobaan hidup yang terlalu berat dan bikin hidupnya jadi paling sengsara sedunia.<br /><br />2. Menikmati hidupnya Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati, meski tak berarti ia tak berusaha untuk mencapai hidup yang lebih baik.<br /><br />3. Pikiran terbuka untuk menerima saran dan ide Karena dengan begitu, boleh jadi ada hal-hal baru yang<br />akan membuat segala sesuatu lebih baik. <br /><br />4. Mengenyahkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas di benak 'Memelihara' pikiran negatif<br />lama-lama bisa diibaratkan membangunkan singa tidur. Sebetulnya tidak apa-apa, ternyata malah bisa<br />menimbulkan masalah.<br /><br />5. Mensyukuri apa yang dimilikinya dan bukannya berkeluh-kesah tentang apa-apa yang tidak dipunyainya<br /><br />6. Tidak mendengarkan gosip yang tak menentu Sudah pasti, gosip berkawan baik dengan pikiran negatif. Karena itu, mendengarkan omongan yang tak ada juntrungnya adalah perilaku yang dijauhi si pemikir<br />positif.<br /><br />7. Tidak bikin alasan, tapi langsung bikin tindakan Pernah dengar pelesetan NATO (No Action, Talk Only),<br />kan? Nah, mereka ini jelas bukan penganutnya.<br /><br />8. Menggunakan bahasa positif Maksudnya, kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme, seperti "Masalah itu pasti akan terselesaikan," dan "Dia memang berbakat."<br /><br />9. Menggunakan bahasa tubuh yang positif Di antaranya adalah senyum, berjalan dengan langkah<br />tegap, dan gerakan tangan yang ekspresif, atau anggukan. Mereka juga berbicara dengan intonasi yang<br />bersahabat, antusias, dan 'hidup'.<br /><br />10. Peduli pada citra diri Itu sebabnya, mereka berusaha tampil baik. Bukan hanya di luar, tapi juga di dalam. 10 Ciri Orang yang Berfikir Positif</span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-47165102639788302212007-03-28T22:02:00.000-07:002007-03-28T23:30:47.667-07:00Ketika Maut MeminangmuApa kabar sahabatku...??<br />Lama nian kita tak jumpa dan tak bertegur sapa <br />Saya yakin bukan karena kebencian diantara kita<br />Sayapun yakin bukan karena apa - apa...<br />Tapi rutinitas kesibukan yang tlah menjebak kita<br /><br /><span class="fullpost">Satu hal sebagai bahan renungan kita...<br />Tuk merenungkan indahnya malam pertama<br />Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawiah semata<br />Bukan malam pertama masuk ke peraduan Adam dan Hawa<br /><br />Justeru malam pertama perkawinan kita dengan Sang Mauuut<br />Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara<br /><br /><br />Hari itu...mempelai sangat dimanjakan<br />Mandipun...harus dimandikan<br />Seluruh badan kita terbuka....<br />Tak ada sehelai benangpun menutupinya..<br />Tak ada sedikitpun rasa malu...<br />Seluruh badan digosok dan dibersihkan<br />Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan<br />Bahkan lubang – lubang itupun ditutupi kapas putih...<br />Itulah sosok kita....<br />Itulah jasad kita waktu itu<br /><br />Setelah dimandikan...,<br />Kitapun kan dipakaikan gaun cantik berwarna putih<br />Kain itu ...jarang orang memakainya..<br />Karena bermerk sangat terkenal bernama Kafan<br />Wewangian ditaburkan ke baju kita...<br />Bagian kepala..,badan..., dan kaki diikatkan<br />Tataplah....tataplah...itulah wajah kita Keranda pelaminan...<br />Langsung disiapkan Pengantin bersanding sendirian...<br /><br />Mempelai di arak keliling kampung bertandukan tetangga <br />Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul kita<br />Diiringi langkah gontai seluruh keluarga <br />Serta rasa haru para handai taulan<br /><br /><br />Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah kudus <br />Akad nikahnya bacaan talkin...<br />Berwalikan liang lahat..<br />Saksi - saksinya nisan-nisan..yang tlah tiba duluan<br />Siraman air mawar..pengantar akhir kerinduan<br /><br />dan akhirnya.....<br />Tiba masa pengantin..<br />Menunggu dan ditinggal sendirian...<br />Tuk mempertanggungjawabkan seluruh langkah<br />kehidupan<br /><br />Malam pertama bersama KEKASIH..<br />Ditemani rayap - rayap dan cacing tanah<br />Di kamar bertilamkan tanah..<br />Dan ketika 7 langkah tlah pergi....<br />Kitapun kan ditanyai oleh sang Malaikat...<br />Kita tak tahu apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...<br />Ataukah kita kan memperoleh Siksa Kubur.....<br />Kita tak tahu...dan tak seorangpun yang tahu....<br />Tapi anehnya kita tak pernah galau ketakutan....<br />Padahal nikmat atau siksa yang kan kita terima <br />Kita sungkan sekali meneteskan air mata...<br />Seolah barang berharga yang sangat mahal...<br /><br />Dan Dia Kekasih itu..<br />Menetapkanmu ke syurga..<br />Atau melemparkan dirimu ke neraka..<br />Tentunya kita berharap menjadi ahli syurga...<br />Tapi....tapi ....sudah pantaskah sikap kita selama ini...<br />Untuk disebut sebagai ahli syurga ?????????<br /><br />Sahabat...mohon maaf...jika malam itu aku tak menemanimu<br />Bukan aku tak setia...<br />Bukan aku berkhianat....<br />Tapi itulah komitmen azali tentang hidup dan kehidupan <br />Tapi percayalah...aku pasti kan mendo'akanmu...<br />Karena ...aku sungguh menyayangimu...<br />Rasa sayangku padamu lebih dari apa yang kau duga <br />Aku berdo'a...semoga kau jadi ahli syurga.<br />Amien<br /><br />Sahabat....., jika ini adalah bacaan terakhirmu <br />Jika ini adalah renungan peringatan dari Kekasihmu<br />Ambillah hikmahnya.....<br />Tapi jika ini adalah salahku...maafkan aku....<br />Terlebih jika aku harus mendahuluimu....<br />Ikhlaskan dan maafkan seluruh khilafku<br />Yang pasti pernah menyakiti atau mengecewakanmu.....<br />*Dari Blog tetangga</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-6276233663556482292007-03-28T21:51:00.000-07:002007-03-28T21:55:57.158-07:00Kenapa Mesti malu?Hari itu seperti biasanya saya mengantar dan menjemput Kiki, anak perempuan saya latihan Shorinji kempo. Dan ketika menjemputnya, saya melihat dia berbicara dengan temannya, seorang anak laki-laki yang sama-sama belajar kempo.<br /><br />Saya tidak begitu menaruh perhatian pada mereka dan tetap menunggu anak saya selesai berbicara.<br />"Ada apa, Ki?" tanya saya setelah Kiki mendatangi saya.<br /><span class="fullpost">"Teman Kiki bilang, 'Kenapa Mama memakai pakaian seperti itu di Jepang?<br />Apa ngga malu?" jawab Kiki.<br />"Terus Kiki, jawab apa?" tanya saya lagi.<br />"Mama nggak malu, kok. Mama pakai baju orang Indonesia.., " jawab Kiki.<br />"Ini pakaian orang Islam, Kiki, bukan pakaian orang Indonesia. Memang Mama ngga malu, kok. Nggak usah malu. Ya, jangan malu... " jelas saya.<br /><br />Sambil mengayuh sepeda menuju pulang, saya bertanya lagi.<br />"Terus... Teman Kiki bilang apa lagi?" tanya saya tertarik.<br />"Dia cuma bilang, 'Oohhh'...."<br />"Hebat ya Kiki, bisa ngomong gitu sama temannya..., " puji saya.<br />"Lagipula kenapa harus malu, ya... " kata saya lagi.<br />"Oh ya, Kiki malu ngga dengan Mama?" tanya saya ingin tahu.<br />"Ngga... " sahutnya kalem.<br />Syukurlah. Saya menarik napas lega diam-diam.<br /><br />***<br /><br />Suatu hari saya mengajak anak-anak ke rumah teman.<br />Begitu memasukkan tiket, kereta listriknya datang dan segera pergi lagi meninggalkan kami yang tergopoh-gopoh menuruni tangga mengejarnya.<br />Tetapi akhirnya kereta listrik itu berangkat tanpa kami di dalamnya.<br />"Yaaahhh... Kita harus nunggu 10 menit lagi, " kata saya kecewa.<br />Anak-anak pun terlihat kecewa.<br /><br />Sewaktu menunggu kereta bawah tanah datang, saya lihat anak-anak saya berbisik-bisik.<br />"Ada apa, sih?" Rasa keki membuat saya mengajukan pertanyaan.<br />"Itu ada teman Kiki. Miraretakunai...(ngga mau dilihat sama dia). "<br />"Kenapa? Kiki malu?" tanya saya seakan tahu apa yang dikhawatirkannya.<br />"Kalau ketemu nanti Kiki jadi harus ngomong begini begitu, " kata Kiki.<br />"Ngomong begini begitu, apa maksudnya, Ki?" tanya saya keheranan.<br />"Iya, Kiki kan jadi harus nerangin kenapa Kiki pake ini, " katanya sambil memegang jilbab warna biru mudanya.<br />"Tapi kan... Kalau dia teman Kiki yang baik, yah ngga apa-apa dong kalo lihat Kiki pakai jilbab?" tanyaku menyelidik.<br />"Hmmm..., " sahut Kiki pelan bernada ragu.<br />"Cuma malas aja kok ngejawab tanya-tanya, teman Kiki itu."<br /><br />"Memangnya Kiki malu ya dilihat teman sekolah sedang pakai jilbab?"<br />tanya saya. Saya lihat Kiki diam sejenak dan menggeleng.<br />"Nggak, inilah Kiki yang sebenarnya. (Hontou no Kiki no shotai). Kenapa Kiki mesti malu!" jawabnya tiba-tiba.<br />"Begitu, dong!" kata saya membanggakannya.<br /><br />***<br /><br />"Bukan kita yang mesti malu dengan pakaian yang kita pakai. Lagipula kenapa kita mesti malu? Bukankah kita memakai pakaian yang memang disuruh Allah. Kalau kita pakai baju yang kelihatan pahanya, bahunya,<br />lehernya, nah orang yang pakai itu yang harusnya malu. Iya, ngga, Ki?"<br />tanya saya minta persetujuannya.<br />Tapi kenapa ada teman mama yang ngga pakai jilbab?" serbu Kiki.<br />Glek. Saya terdiam sejenak.<br />"Iya, mungkin mereka belum tahu, Ki. Mereka belum tahu bagaimana nyaman dan enaknya memakai ini. "<br />Tangan saya menunjuk pakaian panjangnya.<br />"Yang mama yakin, kalau mama memakai ini, perasaan mama tenang. Ngga ada perasaan bersalah, dan yang penting mama ngga mau dimarahi Allah. "<br />"Dimarahi Allah, Ma?" tanya Kiki bernada kaget.<br />"Iya. Kan, kalau ngga ikut kata Allah, nanti Allah marah, ngga sayang sama kita... "<br />"Mama pernah baca di buku, katanya orang yang ngga memakai jilbab akan dijauhkan dari surga, dan takkan mencium baunya surga. Wah, takkan mencium bau surga... Artinya jauh dari surga, malah ngga masuk surga dong ya... " jelas saya.<br />"He! Ngga mau ah... Kiki mau masuk surga, " kata Kiki antusias.<br /><br />Jauh di dalam hati saya merenung. Masih banyak PR yang mesti saya siapkan yang harus saya ajarkan kepada anak-anak saya. Betapa Islam itu indah dan penuh keringanan-keringanan bagi penganutnya. Tidak ada keberatan-keberatan yang tak bisa dipikul hamba-hamba-NYA. Bukankah Allah takkan memberi cobaan di luar kesanggupan hamba-NYA?<br /><br />Rasulullah salallahu 'alaihiwassalam bersabda, "Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih. Dan malu adalah salah satu cabang iman. "<br />Rasulullah juga bersabda, "Malu itu tidak datang kecuali dengan membawa kebaikan. "<br /><br />" Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Hal itu agar mereka lebih mudah dikenal dan karena itu mereka tidak diganggu" (al-Ahzab, 59).*Eramuslim </span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-63920844909069671772007-03-28T21:43:00.000-07:002007-03-28T21:59:17.145-07:00Suami dan Istri Yang Ideal Adalah???Masalah cinta itu berbeda dari suatu keadaan yang lain, dari satu sisi dengan sisi yang lain, dari satu lelaki dengan lelaki yang lain dari satu wanita dengan wanita yang lain.<br /> Cinta adalah suatu keadaan, perasaan, kelemah-lembutan, baik yang tampak maupun tidak tampak. <span class="fullpost">Sudah menjadi keharusan dalam suami isteri, bahwa setiap isteri mencintai suaminya, setiap suami mencitai isterinya. Jika tidak, lalu bagaimana usia perkawinan bisa terjadi sesudah beberapa tahun dalam kehidupan suami isteri? Apakah manusia dapat hidup bersama manusia lain yang dibencinya, bahkan merasa tidak mempunyai cinta atau tidak ada kesenangan?<br /> Mungkin ada, tetapi langka sekali atau keadaannya akan tersingkap setelah beberapa saat walaupun panjang waktunya. Jika demikian, sudah sepantasnya setiap isteri mencintai suaminya dan membahagiakannya, berkorban dalam jalannya, memberi kepadanya dan menerima apapun yang diberikannya. Membuat dia berani dalam pekerjaan dan dalam kehidupannya, tidak mengotori tabiatnya, tidak menjadikan suami keluar dari rumahnya, sedang dirinya dalam keadaan emosi dan bersedih hati.<br /> Ini kewajiban yang harus dilakukan oleh keduanya, sama saja baik dari isteri yang mencintai suaminya, maupun suami yang mencintai isterinya. Ini merupakan suatu kewajiban di dalam kehidupan, terutama dari kerasnya problematika serta peliknya kehidupan di dunia ini. Karena peradaban dunia saat ini telah menjadikan cinta suami dan isteri hilang cahayanya dari hari ke hari dan dari tahun ke taahun. Perasaan cinta sang isteri dan perasaan cinta sang suami hanya menjadi masalah yang sekunder. Isteri selalu berselisih dengan sang suami pada keadaan-keadaan yang dittuntut suami darinya, dan perhatian tehadapnya.<br /> Demikian pula yang terjadi pada suami, banyak problematika rumah tangga yang sulit di pecahkan. Pada zaman modeen ini sulit mendapatkan gambaran sejati tentang cinta, terutama cinta dari seorang isteri terhadap suaaminya dan suami yang mencintai isterinya.<br /> Biasanya, problematika keluarga sering terjadi apabila sang suami bekerja pada perusahaan besar, dimana direktur perusahaan dan kebiasaan orang yang mempunyai kekayaan memiliki sekretaris yang cantik. Pada dasarnya hubungan social seperti itu dapat menjauhkan kelanggengan cinta isteri kepada suaminya dan suami kepada isterinya. Sesuatu yang dapat kami komentari adalah, “Sesungguhnya cinta terhadap keluarga dalam kondisi seperti ini sangat mustahil, namun sang suami haarus mampu menghilangkan problematika terpenting yang dapat merusak keharmonisan keluarganya. Suami harus mengingat kembali tentang pendidikan anak, karena hal itu akan membantu menanamkan cinta ini (cinta isteri kepada suami dan cinta suami kepada isteri). Suami harus menjadi ikatan yang lebih dari cinta itu, keharmonisan yang lebih dari cinta itu, kemaslahatan yang lebih dari cinta itu pada setiap kondisi. Di sana harus selalu ada cinta yang sejati dari isteri kepada suaminya dan cinta sejati dari suami kepada isterinya. Isteri harus dapat membantu hal itu, karena dia lebih sensitif dalam masalah ini. Isteri tidak akan meninggalkan satu titikpun tanpa mengukur kedalamannya yaitu mengetahui dalamnya cinta suami terhadapnya dalam setiap kesempatan. *Majdi F. Al-Sayyid (ditulis ulang Oleh N. Amaliah)</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-49724052922722007532007-03-28T21:30:00.000-07:002007-03-28T21:57:38.888-07:00TANDA-TANDA SU’UL KHATIMAH“Celakalah orang yang banyak zikrullah dengan lidahnya tapi bermaksiat terhadap Allah dengan perbuatannya.” (Riwayat Adailami)<br /> Mati adalah satu kepastian. Maka ketika ‘panggilan kahir’ kehidupan dunia ini sudah tiba, tidak ada kamus yang membedakan; tua-muda, dewasa-anak-anak, kaya-miskin, rakyat jelata atau bangsawan, tinggal dirumah gedongan maupun di kolong jembatan, semua kebagia jatah yang sama: mati.<span class="fullpost"> Panggilan itu sungguh-sungguh tepat waktu, tidak bisa dimajukan (walau melalui berbagai cara) atau pun ditunda (juga dengan berbagai usaha) innalillahi wa inna ilaihi raajiuun.<br /> Yang penting bagi kita sebagai Muslim, bagaimana agar tugas akhir dalam kehidupan sebagai Abdullah (hamba Allah) maupun sebagai khalifatullah (wakil Allah Swt) di muka bumi ini, menyandang gelar terhormat, dengan jaminan dan keistimewaan yang luar biasa yakni, khusnul khatimah.<br /> Dalam tulisan Al-qur’an kali ini, kami ingin mengungkapkan cirri-ciri/ ataub sebab-sebab amaliyah yang mengantarkan seeorang pada akhir kehidupan yang buruk atau su’ul khatimah. Semoga yang demikian kita dapat menghindarinya dan masuk ke dalam kelompok orang yang berpulang (meninggal dunia) dengan cara khusnul khatimah. Amin ya robbal ‘alamin.<br /> Sebab-sebab atau ciri-ciri su’ul khatimah tersebut adalah sebagai berikut :<ol><br /><li>Rusak Aqidahnya</li><br /> Ini adalah peringatan pertama. Bahwa sekalipun seorang sentiasa melakukan amal sholeh dan zuhud (tidak mengejar kemewahan dunia). Tetapi jika aqidahnya rusak sedangkan dia tetap meyakini bahwa aqidahnya masih betul (lurus) dan tidak pernah merasa telah tersesat, maka dia akan melihat kesesatan aqidahnya itu, ketika datang saat sakaratul maut (hampir mati) nanti.<br /> Pada saat itu bersangkutan baru terbelalak kaget, karena pa yang diyakininya ternyata menyimpang daari jalan Islam yang benar. Kematian dalam suasana seperti ini menjadi su’ul khatimah. Naudzubillahi min dzalik, lantaraan yang bersangkutan tidak sempat bertaubatdari kesesatannya dan kala itu pintu taubatsudah ditutup. Firman Allah dalam ayat 47 surah Az-Zumar yang menjelaskan: “..dan jelaskah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.”<br />Dalam Firman-Nya yang lain dalam ayat 103 hingga 104 surah Al-Kahfi Allah menerangkan: Katakanlah: “Apakah akan kami beritahu kepadamu tentang orang-orang yang paling rugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini. Sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”<br />Setiap aqidah yang melenceng dari landasan Islam yang benar (syari’at Islam), maka segala amal sholeh dan kezuhudnya, tidak dapat menjadi penolong baginya kelak. Aqidah yang shohih (yang lurus) adalah telah tertuang dalam Al-Quran dan Hadits.<br/><br /><li>Melanggengkan Perbuatan Maksiat</li><br /> Maksiat adalah perbuatan yang tercela. Namun demikian, hampir tidak ada manusia yang dapat menghindari dari perilaku maksiat. Yang bijak, jika tenggelam dalam maksiat, segera bangkit dan bertaubat. Mengapa? Tidak lain karena setiap perkara yang menjadi kebiasaan pada diri seseorang maka hal itu akan diingati ataupun terbayang di saat kematian tiba.<br /> Sekiranya dia sentiasa beramal dengan amalah sholeh, maka saat datang kematian, dia akan mengenang/ingat/, segala kebaikan yang pernah dialkukan. Manakala dia senantiasa bergelimang dengan dosa, maka ketika nafasnya akan dicabut oleh malaikat, dia akan kembali mengingat segala maksiat yang dilakukannya.<br /> Inilah yang menjadi beban dan menjadi dinding penghalang antara dia dan Allah. Dan hal itu yang menyebabkan sulitnya saat terakhir sebelum menghembuskan nafas terakhir. Rasulullah bersabda: “Celaka orang yang banyak zikrullah dengan lidahnya, tapi ia bermaksia terhadap Allah dengan perbuatannya.“ (Riwayat Adailami).<br /> Orang yang semula ahli maksiat, tapi dengan segera diikuti taubat, maka dia tidak akan mengalami kegetiran sakaratul maut. Bahkan dijanjikan segal kejahatannya akan diganti dengan kebaikan sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Kecuali orang-orang yang bertaubat beriman, dan mengerjakan amal sholeh, maka kejahatan mereka diganti Allah Maha Pengampun lagi Maaha Penyayang“(Al-Furqan: 70)<br /> Lain halnya dengan mereka yang terus melakukan maksiat sehingga dosanya bertumpuk-tumpuk, hingga melebihi jumlah kebaikan dan ketaatan yang telah dilaksanakan, dan bahkan dia melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, maka dia akan menghadapi kegetiran ketika sakaratul maut menjelang.<br /> Kita memohon kepada Allah agarterhindar daari perilaku yang demikian itu, dan diringankan hati untuk lekas bergegas ke jalankembali (taubat).<br/><br /><li>Berpaling Dari Istiqaamah (Islam)</li><br /> Akhir hayat adalah ibarat arena lomba yang masing-masing tidak tahu dimana garis finisnya. Bila ingin mendapatkan hadiah, setiap peserta wajib menuntaskan lombanya hingga ke garis finis. Ketika didapati peserta lomba yang sedari awal tercatat sebagai peserta pertandingan, akan tetapi dia tidak menuntaskannya (beristiqamah) hingga garis finis, maka dia tidak berhak mendapatkan hadiah.<br /> Demikianpun, meski seorang dibagian awalnya memegang teguh dienul Islam namun pada perjalanan berikutnya berupah menjadi murtad-kita berlindung kepada Allah dari perilaku yang demikian ini-maka dia akan mendapati akhir hayatnya sebagai su’ul khatimah/jahat/buruk di akhir hidupnya.<br /> Sebagaimana yang terjadi pada iblis, dimana sebelumnya dia adalah merupakan pemimpin para malaikat dan guru mereka dalam ketaatan kepada Allah, akan tetapi iblis melakukan pembangkangan, maka dia diganjari makhluk yang terkutuk dan sesat.<br /> Begitu juga yang dialami oleh Bal’am ibnu Ba’ura yang mana merupakan seorang ulama’ yang hebat pada masanya, tetapi akhirnya menjadi hina karena menurut hawa nafsunya. Begitu juga seorang abid yang bernama Barsisa yang tenggelam mengikuti jejak langkah syaitan, karena terpengaruh dengan kata-kata syaitan. Kisah Barsisa ini dapat kita baca dalam tafsir surah Al Hasyr ayat 16 dan 17, contoh bagi orang yang diperdaya oleh syaitan: “(bujukan orang-orang munafik itu adalah)seperti (bujukan) syaitan ketika dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu!”, maka tatkala manusia itu telah kafir maka dia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam”. Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kelak di dalamnya. Demikian balasan orang-orang yang zalim”.<br/><br /><li>Lemah Iman </li><br /> Terakhir, lemahnya iman menjadi indikasi seseorang akan masuk dalm kelompok su’ul khatimah. Ini terjadi karena seseorang yang memiliki keimanan yang lemah, maka lemahlah kecintaannya kepada Allah, sebaliknya: kuat dan bertambahlah kecintaannya kepada dunia.<br /> Suasana hati yang seperti ini (akibat lemahnya iman), akan menyebabkan dia tidak merasa bersalah ketika melakukan tindakan maksiat, dan tidak merasa bahwa dia akan bertanggung jawab apa yang sedang/telah dilakukannya kepada Allah. Dia bahkan melakukannya dengan bebas tanpa rasa takut dan khawatir pada aturan agama.<br /> Sungguh berbahayanya suasana jiwa yang seperti ini, sebab bila tiba saat kematian, akan semakin bertaambah-tambah kecintaannya kepada dunia, sesuatu yang pasti yang akan ditinggalkannya. Dia rasa begitu sayu dan payah untuk meninggal dunia yang penuh penipuan ini. Maka ketika nafasnya berpisah dari jasad dalam suasana seperti ini, maka dia termasuk golongan mereka yang jahat akhir hidupnya.<br /> Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa dan kesalahan kami, dan jauhkanlah kami dari kelompok orang-orang yang tersebut diatas. Jadikanlah akhir hayat kami sebaik-baik pengakhiran, khusnul khatimah (*Ali Athwa)</ol><br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-67542409660282528792007-03-28T21:15:00.000-07:002007-03-28T21:30:25.923-07:00Isteri Yang Ideal Menurut Rasulullah sawSetiap wanita selalu berangan-angan dalam reluang hatinya agar menjadi wanita yang ideal, dicintai oleh suaminya dan ia sendiri cinta kepadanya serta berhasil dalam kehidupan rumah tangga.<br /><span class="fullpost">Tidak dapat diragukan lagi, bahwa setiap wanita berusaha keras utnuk medapatkan Ridha suaminya, menjadikan kebahagiaan dan kesenangan selalu menghiasi rumahnya serta hidup tenang bersama suami tercinta. Isteri ideal memiliki tiga sifat-sifat yang istimewa, dan hal ini telah terindikasi dengan jelas sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah saw. Dalam haditsnya, “Sebaik baik wanita adalahyang menyenangkan kamu apabila kamu melihatnya, taat padamu apabila kamu perintah dan menjaga diri dan hartamu pada saat kamu bepergian.”<br />Dalam riwayat yang lain Rasulullah pernah ditanya oleh seseorang “Siapa wanita yang baik itu, maka Rasulullah bersabda “yang menyenangkan apabila dipandang, menataati apabila diperintah dan tidak melanggar dengan apa yang tidak disukai dalam diri dan hartanya”<br /><ol><br /><li>Isteri Yang Ideal Berakhlak Baik<br />Isteri yang ideal memiliki sifat dan akhlak yang mulia sebagaimana yang ditunjukan oleh Rasulullah saw. Yaitu menjaga diri dari hal-hal yang tidak baik, menjauhkan dari apa yang tidak halal dan tidak bagus.</li><br /><br /><li>Bakti : seseorang isteri harus menunjukan rasa baktinya terhadap suami karena hal itu akan menghantantarkannya ke surga.</li><br /><li>Diprioritaskan : lebih memprioritaskan orang lain (suami) daripada dirinya sendiri.Dengan hal itu Allah swt akan menjadikannya termasuk penghuni surga.</li><br /><li>Ridha : keridhaan untuk hidup dibawah kasih sayang TuhanNya.</li><br /><li>Tawaddhu : “Ister\i yang tawaddhu“ akan menjadikan hamba-hamba yang shalihah.</li><br /><li>Ikhlas : orang yang ikhlas tidak akan bersedih atas apa yang telah berlalu. Tidak gembira atas apa yang terjadi dan tidak takut dari apa yang akan datang.</li><br /><li>Malu : Karena wanita yang memiliki sifat malu termasuk wanita yang beriman dan wanita yang beriman tidak ada bagi mereka balasan yang sesuai selain surga</li><br /><li>Tenang: Hatinya tenang tidak takut dari musibah-musibah dan tidak takut pada kesengsaraan.</li><br /><li>Bersyukur : Hatinya mengetahui, bahwa nikmatyang ada adalah karunia dari Allah kemudian hartanya digunakan untuk segala kebaikan yang diridhai Allah swt.</li><br /><li>Penyantun : wanita yangbersifat santun akan mendapatkan petunjuk dalam segala tindakannya.</li><br /><li>Istiqamah : Melaksanakan perintah-perintah syariat dan menjauhkan diri dari menentang-Nya </li><br /><li>Sabar : Kesabaran termasuk salah satu akhlak orang yang beruntung didunia dan di akhirat.<li><br /><li>Takwa: Rasa takutmu disalurkan hanya kepada Allah swt, sebagai bentuk persiapan untuk hari keberangkatan dan qanaah (rasa cukupmu) dengan yang sedikit.</li><br /><li>Jujur : Kejujuran dicintai oleh Allah dan dicintai oleh manusia.</li><br /><li>Menepati Janji: Menepati janji untuk melaksankan hak Allah dan menunaikan hak-hak lainnya. </li></ol> *Majdi F Al-Sayyid (Ditulis Ulang Oleh N.Amaliah)</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-28569453983524405672007-03-28T21:02:00.000-07:002007-03-28T21:28:50.960-07:00Kitalah Yang Akan DitanyaInilah kisah Buhlul, salah seorang kerabat Khalifah Harun Al-Rasyid. Ia seorang yang berilmu dan memiliki keutamaan dalam agama. Suatu hari, ketika ia sedang asyik bermain bersama anak-anak, Harun Al-Rasyid memanggilnya dan berkata,“Apa yang engkau lakukan?“<br /><span class="fullpost">"Saya bermain bersama anak-anak, dan membuat rumah dari tanah liat", jawab Buhlul.<br />Mendengar itu Harun Al-rasyid berkata, “Engkau sangat mengherankan. Engkau tinggalkan dunia beserta isinya.“<br />Buhlul menjawab, “justru engkau yang sangat mengherankan. Engkau tinggalkan akhirat beserta isinya.“<br /><br />Kisah buhlul ini mengingatkan saya kepada cerita dari Aisyah ra.<br />Ada seorang arab dusun datang kepada nabi saw, sambil berkata, “Engkau mencium anak-anak, sedangkan kami tidak pernah mencium mereka.“<br />Nabi saw menjawab, “Apa dayaku apabila tuhan telah mencabut kasih saying dari hatimu.”(HR. Bukhari).<br /><br />Nabi saw, mencontohkan bagaimana menyayangi anak. Pernah Rasulullah saw, menggendong cucunya, Umamah binti Abi Al-Ash, ketika sedang shalat. Jika rukuk, Umamah diletakkan dan ketika bangun dari rukuk, maka Umamah diangkat kembali.<br />Pernah juga Rasulullah saw, bermain kuda-kudaan dengan cucunya yang lain, Hasan dan Husain. Ketika Rasulullah Saw, sedang merangkak diatas tanah, sementara kedua cucunya berada diatas punggungnya, Umar dating lalu berkata, “Hai Anak, alangkah indah tungganganmu.“<br /><br />Rasulullah Saw, menjawab, “Alangkah indah para penunggangnya!”<br />Tidak jarang Rasulullah Saw, menghadapi anak-anak dengan sikap melucu. Bila mendatangi anak-anak kecil, Rasulullah Saw, jongkok dihadapan mereka, memberi pengertian kepada mereka, juga mendo’akan mereka. Begitu hadits riwayat Ath-Thusi menceritakan. Sementara Usamahbin Zaid memberi kesaksian. “(Sewaktu aku masih kecil) Rasulullah Saw, pernah mengambil aku untuk didudukan pada pahanya, sedangkan Hasan didudukan pada paha beliau yang satunya. Kemudia kami berdua didekapnya, seraya berdo’a, “Ya Allah, kasihanilah keduanya,karena kau telah mengasihi keduanya.”(HR. Bukhari).<br /><br />Kisah tentang Rasulullah Saw, bersama anak adalah kisah tentang kasih-sayang. Ia memendekan shalatnya ketika mendengar tangis anak. Karena anak pula, Rasulullah Saw, pernah bersujud sangat lama. Begitu lamanya Rasulullah Saw, bersujud sampai-sampai para sahabat mengira Rasulullah Saw, sedang menerima wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla. Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah, ada cucu yang menaiki punggungnya.<br /><br />Tentang mencintai anak, Rasulullah Saw, pernah bersabda, “Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulahyang memberi mereka rezeki.”(HR. Ath-Thahawi).<br /><br />Hari ini, ketika kita mengaku sebagai ummat Muhammad, apakah yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita? Apakah kita telah mengusap kepala anak-anak kita sebagaimana Rasulullah Saw melakukannya? Apakah kita juga telah mengecup kening anak-anak kita yang sangat rindu kasih saying bapaknya? Ataukah kita seperti Aqra’ bin Habis At-Tamimi yang tak pernah mecium anaknya, sehingga Rasulullah bersabda, “Barang siapa tidak menyayangi,dia tidak akan di sayangi.” (HR. Bukhari)<br /><br />Inilah sebagian diantara pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita jawab dengan jujur. Bukan kepada orang lain, tetapi kepada diri kita sendiri. Pertanyaan ini pula yang pelru kita jawab ketika kita menginginkan anak-anak yang terbebas dari siksa api neraka, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita atas anak-anak kita dan isteri kita. “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. “ (QS. At-Tahrim: 6)<br /><br />Seperti kata Buhlul, kita bermain dengan anak, menyayangi mereka, bercanda, bermain kuda-kudaan dan bila perlu membuat rumah-rumahan dari tanah liat, adalah untuk mendapatkan akhirat seisinya. Kita memberi mereka kebahagiaan dengan menyediakan punggung kita sebagai pelana buat buah hati kita, semoga terpenuhinya kebutuhan psikis mereka akan menjadikan mereka tumbuh sebagai pribadi yang kokoh. Terlalu mengerikan akibatnya bila anak tidak pernah di sapa ruang jiwanya oleh orang tuanya, tidak terkecuali bapak.penelitian-penelitian psikologis menunjukan, masked-deprivation atau kelaparan terselubung terhdap kasih-sayang seorang bapak cenderung melahirkan anak-anak yang menderita kecemasan, rasa tidak tentram, rendah diri, kesepian (meski di tengah kerumunan orang banyak), agresivitas, negativisme (kecenderungan melawan orang tua), serta berbagai bentuk kelemahan mental lainnya. Sangat panjang akibat yang bias dirunut akibat kelaparan yang dirasakan anak terhdap kasih-sayang seorang bapak.<br /><br />Masya-Allah, begitu buruk akibatnya, tetapi alangkah sering kita lupa. Padahal Nabi Saw, juga tak kurang-kurang memberi contoh kepada kita. Atau jangan-jangan kita sudah tidak mengenal Nabi, meski sekedar anggota keluarganya?<br /><br />Astaghfirullahal ‘adzim. Semoga Allah mengampuni kezaliman kita. Semoga pula Allah mengampuni keangkuhan kita kepada anak-anak kita sendiri.<br /><br />Aku dapati, sebagian bapak enggan mengusapkan tangan ke pipi anaknya yang sedang meneteskan air mata. Mereka juga tidak pernah menyempatkan diri, meski cuma sekali, untuk membaringkan tubuh anaknya yang letih hanya karena mereka merasa talah banyak berjasa dengan mncari uang yang tak seberapa. Mereka ingin dihormati oleh anak-anaknya, tetapi dengan menciptakan jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada bapaknya sendiri. Mereka ingin menjadi bapak yang disegani, tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan. Padahal Rasulullah Saw, sering mencium putrinya, Fatimatuz Zahra. Bahkan ketika putrinya beranjak dewasa.<br /><br />Mereka ingin disayangi oleh anak-anaknya ketika usianya telah tua, tetapi tidak pernah menanam cinta dan kasih-sayang. Mereka ingin dirindukan oleh anak-anaknya di saat renta, tetapi tak pernah punya waktu untuk tertawa bersama. Mereka merasa, kerja sehari telah cukup untuk membeli semua. Sehingga tidak ada yang mengetahui urusan anak di rumah, kecuali isteri. Bahkan yang lebih tragis, isteripun tak tahu sama sekali, sebab telah ada pembantu yang telah menggantikan semuanya.<br /><br />Astaghfirullahal ’adzim. Alangkah sering kita merasa suci, padahal tak satu pun perilaku Nabi Saw. Kepada anak atau isteri yang sanggup kita contoh.<br /><br />Kuteringat dengan’Aisyah, isteri Nabi Saw yang paling di cintai sesudah Khadijah. Ibnu Umar pernah dating kepadanya dan berkata, “Izinkan kami di sini sejenak dan ceritakanlah kepada kami perkara paling mempesona dari semua yang pernah, engkau saksikan pada diri Nabi.”<br /><br />‘Aisayah menarik nafas panjang. Kemudian dengan terisak menahan tangis, ia berkata dengan sura lirih, “Kaana kullu amrihi ’ajaba. Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku.“<br /><br />Masih dengan suara lirih,’Aisyah bercerita, “Suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, Ya ‘Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Tuhanku. ’Aku berkata, ’Sesungguhnya aku senang merapat denganmu, tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu. ’Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, ku dengar ia terisak-isak menangis hingga air matanya membasahi janggut. Kemudia dia bersujud dan menangis hingga lantai pun basah dengan air mata. Lalu dia berbaring dan menangis hingga datanglah Bilal untuk memberitahukan datangnya waktu Subuh.“<br /><br />’Aisyah melanjutkan, “Bilal berkata, ’Ya Rasul Allah, mengapa engkau menangis padahal Allah telah ampuni dosa-dosamu yang terdahulu maupun yang akan datang. ’Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur? ’Kata Rasulullah, ’Aku menangis karena malam tadi Allah telah menurunkan ayat kepadaku, ’Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yaang berakal. ’Kemudian Nabi bersabda,’Celakalah orang yang membaca ayat ini namun tidak merenungkannya.“<br /><br />Ibnu Katsir menukil peristiwa ini ketika menafsirkan surat ’Ali Imran ayat 190-191. Ada yang menjadi tanda-tanya bagi kita sesudah membaca kisah ini. Jika ‘Aisyah berkata, “Kaana kullu amrihi ‘ajaba. Ah semua perilakunya menakjubkan bagiku.”; aku tidak tahu apakah apakah yang akan diucapkan oleh isteri kita jika suaminya ditakdirkan meninggal lebih dulu. Aku juga tidak tahu apakah yang akan diucapkan oleh anak-anak kita tentang orangtuanya. Semuanya terpulang kepada kita. Apakah kita mau mencoba untuk menjadi bapak dan suami yang lebih menyejukkan hati –meski harus gagal berkali-kali-ataukah kita merasa telah cukup mulia dengan perhatian kita yang tak seberapa.<br /><br />Jika kita masih merasa bahwa semuanya merupakan tanggung-jawab isteri tanpa ada bagian kita sedikitpun, maka sekali waktu tengoklah isterimu yang terbaring penat karena tak ada waktu baginya untuk istirahat. Sesudahnya, ingatlah ketika Nabimu berkata di saat-saat terakhir hidupnya, “Takutlah kepada Allah dalam mengurus isteri kalian. Aku wasiatkan kepada kalian untuk selalu berbuat baik kepada mereka. “Setelah itu, tengok pula anakmu yang telah tertidu. Cobalah untuk mengusap-usap kepalanya, keningnya dan tak lupa wajahnya. Sentuhlah dengan perasaan yang tulus. Dan lihatlah, alangkah sedikit yang telah engkau lakukan. Padahal kitalah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Kitalah yang akan ditanya di hari kiamat nanti.<br /><br />Atau jangan-jangan kita telah lupa dengan itu semua? *M. Fauzhil Adhim(ditulis Ulang Oleh N.Amaliah)*</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3492211869096336554.post-66773408396920488732007-03-20T01:57:00.000-07:002007-03-28T21:26:49.210-07:00Indahnya Istri ShalihahRumah tangga bahagia? wah siapa yang tak kepingin? Ini sebuah kisah perjalanan rumah tangga seorang istri yang mencintainya suaminya semata-mata karena cintanya kepada Allah<br />Hari itu merupakan hari bahagiaku, alhamdulillah. Aku telah menyempurnakan separo dienku: menikah. Aku benar-benar bahagia sehingga tak lupa setiap sepertiga malam terakhir aku mengucap puji syukur kepada-Nya.<br /><br /><span class="fullpost">Hari demi hari pun aku lalui dengan kebahagiaan bersama istri tercintaku. Aku tidak menyangka, begitu sayangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadaku dengan memberikan seorang pendamping yang setiap waktu selalu mengingatkanku ketika aku lalai kepada-Nya. Wajahnya yang tertutup cadar, menambah hatiku tenang.<br /><br />Yang lebih bersyukur lagi, hatiku terasa tenteram ketika harus meninggalkan istri untuk bekerja. Saat pergi dan pulang kerja, senyuman indahnya selalu menyambutku sebelum aku berucap salam. Bahkan, sampai saat ini aku belum bisa mendahului ucapan salamnya karena selalu terdahului olehnya. Subhanallah.<br /><br />Wida, begitulah nama istri shalihahku. Usianya lebih tua dua tahun dari aku. Sekalipun usianya lebih tua, dia belum pernah berkata lebih keras daripada perkataanku. Setiap yang aku perintahkan, selalu dituruti dengan senyuman indahnya.<br /><br />Sempat aku mencobanya memerintah berbohong dengan mengatakan kalau nanti ada yang mencariku, katakanlah aku tidak ada. Mendengar itu, istriku langsung menangis dan memelukku seraya berujar, “Apakah Aa’ (Kakanda) tega membiarkan aku berada di neraka karena perbuatan ini?”<br /><br />Aku pun tersenyum, lalu kukatakan bahwa itu hanya ingin mencoba keimanannya. Mendengar itu, langsung saja aku mendapat cubitan kecil darinya dan kami pun tertawa.<br /><br />Sungguh, ini adalah kebahagiaan yang teramat sangat sehingga jika aku harus menggambarkanya, aku tak akan bisa. Dan sangat benar apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dunia hanyalah kesenangan sementara dan tidak ada kesenangan dunia yang lebih baik daripada istri shalihah.” (Riwayat An-Nasa’i dan Ibnu Majah).<br /><br />Hari terus berganti dan tak terasa usia pernikahanku sudah lima bulan. Masya Allah.<br /><br />Suatu malam istriku menangis tersedu-sedu, sehingga membangunkanku yang tengah tertidur. Merasa heran, aku pun bertanya kenapa dia menangis malam-malam begini.<br /><br />Istriku hanya diam tertunduk dan masih dalam isakan tangisnya. Aku peluk erat dan aku belai rambutnya yang hitam pekat. Aku coba bertanya sekali lagi, apa penyebabnya? Setahuku, istriku cuma menangis ketika dalam keadaan shalat malam, tidak seperti malam itu.<br /><br />Akhirnya, dengan berat hati istriku menceritakan penyebabnya. Astaghfirullah…alhamdulillah, aku terperanjat dan juga bahagia mendengar alasannya menangis. Istriku bilang, dia sedang hamil tiga bulan dan malam itu lagi mengidam. Dia ingin makan mie ayam kesukaanya tapi takut aku marah jika permohonannya itu diutarakan. Terlebih malam-malam begini, dia tidak mau merepotkanku.<br /><br />Demi istri tersayang, malam itu aku bergegas meluncur mencari mie ayam kesukaannya. Alhamdulillah, walau memerlukan waktu yang lama dan harus mengiba kepada tukang mie (karena sudah tutup), akhirnya aku pun mendapatkannya.<br /><br />Awalnya, tukang mie enggan memenuhi permintaanku. Namun setelah aku ceritakan apa yang terjadi, tukang mie itu pun tersenyum dan langsung menuju dapurnya. Tak lama kemudian memberikan bingkisan kecil berisi mie ayam permintaan istriku.<br /><br />Ketika aku hendak membayar, dengan santun tukang mie tersebut berujar, “Nak, simpanlah uang itu buat anakmu kelak karena malam ini bapak merasa bahagia bisa menolong kamu. Sungguh pembalasan Allah lebih aku utamakan.”<br /><br />Aku terenyuh. Begitu ikhlasnya si penjual mie itu. Setelah mengucapkan syukur dan tak lupa berterima kasih, aku pamit. Aku lihat senyumannya mengantar kepergianku.<br /><br />“Alhamdulillah,” kata istriku ketika aku ceritakan begitu baiknya tukang mie itu. “Allah begitu sayang kepada kita dan ini harus kita syukuri, sungguh Allah akan menggantinya dengan pahala berlipat apa yang kita dan bapak itu lakukan malam ini,” katanya. Aku pun mengaminkannya.* (Hidayatullah)</span>Unknownnoreply@blogger.com0